Sabtu, 30 Januari 2010

UJI SEDERHANA BORAKS


LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENGAWETAN
“ UJI SEDERHANA KEBERADAAN BORAKS “



DISUSUN OLEH
ABDI SILABAN ( F0A007016 )








PROGRAM DIPLOMA III KIMIA TERAPAN
KIMIA INDUSTRI DAN ANALISIS KIMIA
UNIVERSITAS JAMBI
2010




PERCOBAAN II

HARI / TANGGAL : Kamis, 14 Januari 2010
JUDUL : Uji Sederhana Keberadaan Boraks
TUJUAN : Mengidentifikasi Boraks yang terdapat dalam bahan makanan

LANDASAN TEORI
Bahan tambahan makanan (aditif makanan) digunakan agar makanan tampak lebih menarik dan tahan lama; bahan tersebut dapat sebagai pengawet, pewarna, penyedap rasa dan aroma, anti oksidan, dan lain-lain. Jadi bahan tersebut tidak bernilai gizi, tetapi ditambahkan ke dalam makanan pada pembuatan atau pengangkutan untuk mempengaruhi atau mempertahankan sifat khas makanan tersebut

Beberapa bahan tambahan makanan mempunyai pengaruh yang kurang baik terhadap kesehatan manusia; karena itu pe- merintah (Departemen Kesehatan) telah mengatur/menetapkan jenis-jenis bahan tambahan makanan yang boleh dan tidak boleh digunakan dalam pengolahan makanan .Salah satu bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan adalah asam borat dan garamnya natrium tetraborat (boraks).
Boraks berasal dari bahasa Arab yaitu Bouraq. Merupakan kristal lunak yang mengandung unsur boron, berwarna putih, tidak berbau serta stabil pada suhu dan tekanan normal. Boraks bersifat mudah larut dalam air, tidak larut dalam alkohol, pH : 9,5. Dalam air, boraks berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat.
Boraks adalah senyawa berbentuk kristal putih, tidak berbau serta stabil pada suhu dan tekanan normal. Boraks bersifat sedikit larut dalam air. Dalam air, boraks berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat.
Boraks merupakan garam Natrium Na2B4O7.10H2O yang banyak digunakan dalam berbagai industri non pangan khususnya industri kertas, gelas, bahan solder, bahan pembersih, pengawet kayu, antiseptik, pengontrol kecoak dan keramik. Gelas pyrex yang terkenal dibuat dengan campuran boraks.
Boraks digunakan sebagai bahan solder, bahan pembersih, pengawet kayu, antiseptik dan pengontrol kecoak. Boraks merupakan bahan beracun dan bahan berbahaya bagi manusia, karena bisa menimbulkan efek racun, tetapi mekanisme toksisitasnya berbeda dengan formalin.
Boraks merupakan bahan beracun dan bahan berbahaya bagi manusia, karena bisa menimbulkan efek racun, tetapi mekanisme toksisitasnya berbeda dengan formalin.

Yang membahayakan, boraks bisa diserap oleh tubuh dan disimpan secara kumulatif dalam hati, otak, usus atau testis sehingga dosisnya dalam tubuh menjadi tinggi. Bila dikonsumsi menahun bisa menyebabkan kanker.

Boraks juga sering disalahgunakan dalam pangan. Biasanya ditambahkan pada kerupuk, bakso, lontong dan lain-lain. Masyarakat awam mengenal boraks dengan nama Bleng atau Cetitet

Efek farmakologi dan toksisitas senyawa boron dalam boraks merupakan bakterisida lemah. Larutan jenuhnya tidak membunuh Staphylococcus aureus. Oleh karena toksisitas lemah sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengawet pangan. Walaupun demikian, pemakaian berulang atau absorpsi berlebihan dapat mengakibatkan toksik (keracunan). Gejala dapat berupa mual, muntah, diare, suhu tubuh menurun, lemah, sakit kepala, rash erythermatous, bahkan dapat menimbulkan shock. Kematian pada orang dewasa dapat terjadi dalam dosis 15 – 25 gram, sedangkan pada anak dosisi 5 – 6 gram.
Bahaya Boraks terhadap kesehatan diserap melalui usus, kulit yang rusak dan selaput lendir.
Efek toksik :
Kumulatif selama penggunaan berulang & dash; ulang. Pengaruh terhadap kesehatan :
a. Tanda dan gejala akut :
Muntah, diare, merah dilendir, konvulsi dan depresi SSP(Susunan Syaraf Pusat)
b. Tanda dan gejala kronis
- Nafsu makan menurun
- Gangguan pencernaan
- Gangguan SSP : bingung dan bodoh
- Anemia, rambut rontok dan kanker.
Boraks merupakan senyawa yang bisa memperbaiki tekstur makanan sehingga menghasilkan rupa yang bagus, misalnya bakso dan kerupuk.

Boraks juga sering disalahgunakan dalam pangan. Biasanya ditambahkan pada kerupuk, bakso, lontong, dan lain-lain. Bila boraks sering masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan gangguan otak, hati, lemak, dan ginjal, bahkan pingsan serta kematian.

Berikut ini terdapat beberapa ciri pangan yang mengandung boraks. Walaupun tidak terlampau khas namun dapat membantu membedakannya dari pangan tanpa boraks.
Mie Basah yang mengandung boraks :
Teksturnya sangat kenyal
Biasanya lebih mengkilat, tidak lengket dan tidak cepat putus.
Bakso mengandung boraks:
Teksturnya sangat kenyal
Warnanya tidak kecokelatan seperti penggunaan daging namun lebih cenderung keputihan
Ciri-ciri jajanan (seperti lontong) mengandung boraks :
Teksturnya sangat kenyal
Berasa “tajam” semisal sangat gurih dan membuat lidah bergetar dan memberikan rasa getir
Ciri-ciri kerupuk mengandung boraks :
Teksturnya sangat renyah
Dapat memberikan rasa getir
Sikap dan tindakan konsumen
Supaya tidak salah memilih produk pangan yang mengandung boraks, konsumen harus lebih selektif. Berhati-hatilah memilih produk pangan yang akan dikonsumsi dengan cara tidak segan-segan menanyakan kepada penjual pangan, apakah produknya menggunakan boraks atau tidak.
Waspadai produk tertentu yang sering menggunakan boraks dengan memperhatikan ciri-cirinya.
Dalam percobaan ini akan dilakukan bagaimana cara menentukan kadar dan mengidentifikasi boraks yang terdapat dalam makanan.

ALAT DAN BAHAN
ALAT
1. Bunsen
2. Kaki tiga
3. Kawat kasa
4. Cawan Penguap
5. Kawat
6. Pipet tetes
7. Neraca analitik
BAHAN
8. Bakwan yang tidak mengandung boraks
9. Bakwan yang mengandung boraks
10. Boraks murni
11. H2SO4 pekat
12. Metanol

PROSEDUR KERJA
Uji Nyala
Boraks murni
1. Timbang 5 g boraks murni
2. Letakkan ke dalam cawan penguap
3. Larutkan dalam air
4. Panaskan di atas Bunsen
5. Uji nyala dengan menggunakan kawat yang diletakkan di atas uap larutan boraks.

5 gr boraks murni
Letakkan dalam cawan penguap
Larutkan dalam air
Panaskan diatas bunsen
(menimbulkan warna nyala hijau)
DATA

Sampel
6. Timbang 5 g sample (bakwan)
7. Letakkan ke dalam cawan penguap
8. tambahkan 10 tetes H2SO4 pekan dan 2 ml methanol (alcohol)
9. Biarkan sebentar
10. Bakarlah di atas nyala api

5 gr Sampel (bakwan)
Letakkan dalam cawan penguap
+ 10 tetes H2SO4 pekat
+ 2 ml alkohol atau metanol
dibakar (menimbulkan warna nyala hijau)
DATA

DATA HASIL PENGAMATAN

NO. PERCOBAAN PENGAMATAN REAKSI
Ø


1.







2.



Ø Kualitatif
Borak murni
Ø
ü 5 gr boraks murni


ü Larutkan dalam air

ü Kemudian dibakar


Sampel
Bakwan mengandung boraks
ü1 5 gr larutan sampel (timbang)
ü2 + 10 tetes H2SO4 pekat dan 2 ml metanol, kemudian dipanaskan

bakwan tidak mengandung boraks
ü3 5 gr larutan sampel (timbang)
ü4 + 10 tetes H2SO4 pekat dan 2 ml metanol, kemudian dipanaskan




Wujud padat, berbentuk kristal putih dan tidak berbau
Larutan menjadi bening

Uapnya berwarna hijau kekuningan




Bau menyengat dan uapnya berwarna hijau kekuningan sama seperti pada uji boraks murni.



Bau menyengat tetapi uji nyala seperti warna api biasa, tidak terbentuk warna nyala hijau kekuningan seperti pada uji sebelumnya.

PEMBAHASAN
Pada percobaan ini kami melakukan uji sederhana keberadaan boraks pada bahan makanan. Sampel yang kami gunakan adalah bakwa yang telah dibuat pada percobaan sebelumnya dan telah diberi bahan pengawet boraks dan bakwan tanpa diberi bahan pengawet. Uji ini merupakan uji secara kualitatif karena hanya menggunakan uji nyala.

Sebagai pembanding kami juga melakukan uji nyala pada boraks murni. Pada boraks murni yang dilarutkan dalam air kemudian di panaskan, terbentuk uap yang berwarna hijau kekuningan.
Sedangkan untuk uji pada sampel yang mengadung boraks dilakukan dengan penambahan 10 tetes H­2SO4 pekat dan 2 ml metanol. Diamkan sebentar dan kemudian dibakar. Uji ini menghasilkan warna nyala hijau kekuningan sama seperti pada uji boraks murni. Hal ini membuktikan bahwa sampel memang benar mengandung boraks.
Untuk uji sampel yang tidak mengandung borask prosedur dilakukan sama seperti pada uji sampel yang mengandung boraks. Namun hasil yang didapat tidak menimbulkan nyala berwarna hijau kekuningan.
Uji terhadaap keberadaan boraks pada produk makanan tidak hanya dapat dilakukan dengan cara diatas, namun dapat dilakukan dengan beberapa uji lain seperti : uji dengan penambahan AgNO3 yang kemudian dipanaskan, atau dengan penambahan BaCl2 jenuh. Sedangakan untuk uji kuantitatif dapat dilakukan dengan penambahan 50 ml air, kemudian ditambahkan 2 tetes indikator merah metil dan dititrasi dengan HCl 0,1 N. Perhitungan kadar boraks dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut :
N boraks = Gram e- x 1000
Mr Na2B4O V

PERTANYAAN
Tuliskan rumus boraks !
Tuliskan 2 cara lain dalam menguji keberadaan zat-zat pengawet secara kimia !
Jawab
1. Boraks merupakan garam Natrium Na2B4O7.10H2O sedangkan dalam bentuk asam dengan rumus molekul H3BO3.
2. Dua cara lain menguji keberadaan zat-zat pengawet khususnya boraks yaitu :
Uji Kualitatif
Pada 0,5 ml larutan sample ditambahkan:
§ Perak nitrat, akan terjadi endapan putih dari perak metaborak. Pada memanasan akan terjadi endapan Ag2O yang berwarna hitam
§ Barium klorida jenuh, akan terjadi endapan putih barium metaborat
Uji Kuantitatif
Timbang seksama lebih kurang 500 mg sample, larutan dalam 50 ml air tambahkan indicator merah metil, titrasi dengan HCl 0.1 N

KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan diatas dapat disimpulkan bahwa :
Boraks merupakan salah satu aditif makanan yang berbentuk kristal lunak mengandung unsur boron, berwarna putih, tidak berbau serta stabil pada suhu dan tekanan normal, bersifat mudah larut dalam air, tidak larut dalam alkohol, pH : 9,5. Dalam air, boraks berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat.
Uji kualitatif terhadap sampel bakwan terindikasi mengandung boraks yang ditandai oleh nyala api berwarna hijau kekuningan.

DAFTAR PUSTAKA
http://klubpompi.multiply.com/journal/item/17/Boraks_Bisa_Merusak_Otak
http://www2.kompas.com/kesehatan/news/0601/12/173411.htm
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/08DeteksidanEvaluasiKeberadaanBroaks120.pdf/08DeteksidanEvaluasiKeberadaanBroaks120.html
http://wowsalman.blogspot.com/2006/01/bahaya-formalin-dan-boraks.html
Cahyadi, Wisnu. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta : PT Bumi Aksara

PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN MAKANAN

disusun oleh : ABDI SILABAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pengolahan dan Pengawetan Makanan
Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena di dalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk memulihkan dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak, mengatur proses di dalam tubuh, perkembangbiakan dan menghasilkan energi untuk kepentingan berbagai kegiatan dalam kehidupannya.
Secara ilmiah makanan atau pangan didefinisikan sebagai sekumpulan bahan yang diperlukan untuk mempertahankan kehidupan dan fungsi normal dari makhluk hidup baik jasad renik, tumbuh-tumbuhan dan hewan maupun manusia. Pada dasarnya makanan merupakan campuran berbagai senyawa kimia yang dapat dikelompokkan ke dalam karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air.
Agar suatu jenis makanan memiliki acceptibility yang tinggi perlu dilakukan pengolahan dan pengawetan terhadap makanan tersebut. Pengolahan yaitu suatu teknik atau seni untuk mengolah suatu macam bahan menjadi bahan lain yang sifatnya berbeda dengan bahan semula. Sedangkan yang dimaksud dengan pengawetan yaitu suatu teknik atau tindakan yang digunakan oleh manusia pada bahan pangan sedemikian rupa, sehingga bahan tersebut tidak mudah rusak.
Secara garis besar pengolahan dan pengawetan makanan dibagi menjadi 3 yaitu :
Pengawetan secara fisika
Pengeringan
Pengeringan merupakan salah satu pengawetan yang paling tua, yang bertujuan untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagaian air dari bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Prinsip pengeringan adalah menghambat pertumbuhan mikroba dengan mengurangi kadar air, juga menurunkan aw.
Ada 2 istilah yang dipakai untuk pengeringan yaitu :
a. Drying : suatu proses kehilangan air yang disebabkan oleh daya atau kekuatan alam, misalnya matahari (dijemur) dan angin (diangin-anginkan).
b. Dehydration (dehidrasi) : suatu proses pengeringan dengan panas buatan, dengan menggunakan peralatan/alat-alat pengering.
Bahan pangan yang diawetkan dengan cara pengeringan misalnya :
a. Buah-buahan : kismis, kurma, pisang, kesemek, apel, salak
b. Sayur-sayuran : jamur, kentang (untuk dibuat keripik), sawi asin, wortel , bawang daun
c. Umbi-umbian : singkong , ubi jalar
Suhu rendah
Penyimpanan pada suhu rendah umumnya di bawah 1°C, tetepi dengan suhu rendah bukan bersifat ‘mengawetkan’ karena mikroba hanya dihambat pertumbuhan atau perkembang biakannya dengan kata lain menghambat pertumbuhan mikroorganisme tapi tidak akan membunuhnya. Selain itu juga suhu rendah juga memperlambat laju reaksi enzimatis dan reaksi-reaksi kimia yang menimbulkan kerusakan pangan.
Penyimpaan suhu rendah dibedakan atas :
Refrigerasi dan modifikasi-modifikasi refrigerasi seperti penyimpanan Controllede Atmosphere (CA) dan penyimpanan Hipobar (bertekanan rendah).
Pembekuan, penyimpanan makanan beku umumnya dilakukan pada minus (-) 18°C, dengan cara ini makanan dapat tahan bebarapa bulan hingga setahun.
Suhu tinggi
Proses thermal atau dengan suhu tinggi, umumnya di atas 65°C, banyak dilakukan untuk pengawetan bahan-bahan berbentuk tepung dan sejenisnya. Tujuan dari proses thermal adalah mengurangi populasi mikroorganisme atau membunuh mikroorganisme yang ada dalam bahan pangan.
Proses thermal dibedakan atas :
Pasteurisasi, yaitu perlakuan pemanasan yang ringan yaitu 63°C selama 30 menit atau 72°C selama 15 menit. Tujuannya adalah mematikan mikroorganisme patogen dan mengurangi populasi mikroorganisme hingga batas-batas yang memungkinkan sedikit memperpanjang umur simpan pangan tersebut.
Sterilisasi, atau dikenal pula sebagai pengalengan, yaitu perlakuan panas yang berat, umumnya pada suhu 121°C selama jangka waktu tertentu tergantung jenis bahan pangannya.
Blansing, yaitu perlakuan panas ringan, sebagai salah satu tahap dalam pengolahan dengan cara pengalengan, pembekuan, pengeringan atau fermentasi. Tujuannya adalah terutama mengnonaktifkan enzim disamping mengurangi populasi mikroorganisme pada bahan pangan tersebut.
Irradiasi
Irradiasi adalah penggunaan energi untuk penyinaran bahan makanan dengan menggunakan radiasi buatan, sedangkan radiasi adalah semua jenis energi yang dipancarkan tanpa media.



Pengawetan secara kimia
Bahan kimia yang digunakan dalam pengawetan pagnan harus dipilih yang tidak berbahaya bagi tubuh manusia serta mampu mencegah berbagai tipe pembusukan pada umumnya.
Menggunakan bahan-bahan kimia, seperti gula pasir, garam dapur, nitrat, nitrit, natrium benzoat, asam propionat, asam sitrat, garam sulfat, dan lain-lain.

Pengawetan secara mikrobiologi
Fermentasi
Fermentasi digunakan untuk dua tujuan yaitu : mengawetkan bahan pangan dengan cara menekan pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dengan senyawa-senyawa seperti alkohol, asam cuka, asam laktat dan lainnya.






















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Bahan Tambahan Pangan
Pengertian bahan tambahan pangan secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan dan penyimpanan. (Ir. Wisnu Cahyadi. 2006)
Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai berikut :
Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna dan pengeras.
Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa ke dalam makanan yang akan dikonsumsi. Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu perstida (termasuk insektisida, herbisida, fungisida dan rodentisida), antibiotik dan hidrokarbon aromatik polisiklis.

Apabila dilihat dari asalnya, bahan tambahan pangan dapat berasal dari sumber alamiah seperti lesitin, asam sitrat dan lain sebagainya. Bahan ini dapat juga disintesis dari bahan kimia yang mempunyai sifat serupa dengan bahan alamiah yang sejenis, baik susunan kimia maupun sifat metabolismenya, misalnya b-karoten dan asam askorbat. Pada umumnya bahan sintetis mempunyai kelebihan yaitu, lebih pekat, lebih stabil, dan lebih murah, tetapi ada pula kelemahannya yaitu sering terjadi ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan, kadang-adang bersifat karsinogenik yang dapat merangsang terjadinya kanker pada hewan atau manusia.
Penggunaan bahan tambahan pangan sebaiknya dengan dosis di bawah ambang batas yang telah ditentukan. Jenis BTP ada 2 yaitu GRAS (Generally Recognized as Safe), zat ini aman dan tidak berefek toksik misalnya gula (glukosa). Sedangkan jenis lainnya yaitu ADI (Acceptable Daily Intake), jenis ini selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake) demi menjaga/melindungi kesehatan konsumen.
Di Indonesia telah disusun peraturan tentang Bahan Tambahan Pangan yang diizinkan ditambahkan dan yang dilarang (disebut Bahan Tambaban Kimia) oleh Departemen Kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/MenKes/Per/IX/88, terdiri dari golongan BTP yang diizinkan diantaranya sebagai berikut :
1. Antioksidan (Antioxidant)
Antikempal (Anticaking Agent)
Pengatur Keasaman (Acidity Regulator)
Pemanis Buatan (Artificial Sweeterner)
Pemutih dan Pematang Telur (Flour Tratment Agent)
Pengemulsi, Pemantap, dan Pengental (Emulsifier, Stabilizer, Trickerner)
Pengawet (Preserbative)
Pengeras (Firming Agent)
Pewarna (Colour)
Penyedap Rasa dan Aroma Penguat Rasa (Flavour, Flavour Enhancer)
Sekuestran (Sequestrant)
Beberapa Bahan Tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan menurut Permenkes RI no .722/Menkes/Per/IX/88, sebagai berikut :
Natrium Tetraborat (Boraks)
Formalin (Formaldehyd)
Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated Vegetable oils)
Kloramfenikol (Chlofampenicol)
Kalium Klorat (Pottasium Chlorate)
Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate, DEPC_)
Nitrofuranzon (NItrofuranzone )
P-Phenetilkarbamida (p-Phemnethycarbamide, Dulcin, 4-ethoxyphenyl urea)
Asam salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt)
Sedangkan menurut Perautan Menteri Kesehatan RI No. 1168/MenKes/PER/X/1999, selain bahan tambahan di atas masih ada tambahan kimia yang dilarang seperti rhodamin B (pewarna merah), methanyl yellow (pewarna kuning), dulsin (pemanis sintetis) dan kalsium bromat (pengeras).
2.2 Bahan Pangawet
Menurut Dr. Sri Durjati Boedihardjo, ada beberapa alasan mengapa para pembuat makanan mengawetkan produk mereka. Salah satunya karena daya tahan kebanyakan makanan memang sangat terbatas dan mudah rusak ( perishable). Dengan pengawetan, makanan bisa disimpan berhari-hari, bahkan berbulan-bulan dan ini jelas-jelas sangat menguntungkan pedagang. Alasan lain, beberapa zat pengawet berfungsi sebagai penambah daya tarik makanan itu sendiri. Seperti penambahan kalium nitrit agar olahan daging tampak berwarna merah segar. Tampilan yang menarik biasanya membuat konsumen jatuh hati untuk membelinya.
Bahan pengawet adalah senyawa yang mampu menghambat dan menghentikan proses fermentasi, pengasaman atau bentuk kerusakan lainnya, atau bahan yang dapat memberikan perlindungan pangan dari pembusukan.
Menurut pakar gizi dari RS Internasional Bintaro Banten, secara garis besar zat pengawet dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. GRAS (Generally Recognized as Safe) yang umumnya bersifat alami, sehingga aman dan tidak berefek racun sama sekali.
2. ADI (Acceptable Daily Intake), yang selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake) guna melindungi kesehatan konsumen.
3. Zat pengawet yang memang tidak layak dikonsumsi, alias berbahaya seperti boraks, formalin dan rhodamin B. Formalin, misalnya, bisa menyebabkan kanker paru-paru serta gangguan pada alat pencernaan dan jantung. Sedangkan penggunaan boraks sebagai pengawet makanan dapat menyebabkan gangguan pada otak, hati, dan kulit.
BAHAN-BAHAN PENGAWET YANG DIIZINKAN
·1 asam benzoat,
kalsium propionat,
asam propionat,
kalsium sorbat,
asam sorbat,
kalsium benzoat,
sulfur dioksida,
natrium benzoat,
etil p-hidroksi benzoat,
metil-p-hidroksi benzoat,
kalium benzoat,
natrium sulfit,
natrium bisulfit,
kalium sulfit,
natirum metabisulfit,
kalium bisulfit,
natrium nitrat,
kalium nitrat,
natrium nitrit,
kalium nitrit,
natrium propionat,
kalium propionat,
nisin, dan
kalium sorbat,
propil-p-hidroksi benzoat.
2.3 Natrium benzoat
A. Definisi
Salah satu bahan pengawet yang diijinkan untuk digunakan pada makanan adalah natrium benzoat. Natrium benzoat merupakan garam atau ester dari asam benzoat (C6H5COOH) yang secara komersial dibuat dengan sintesis kimia. Natrium benzoat dikenal juga dengan nama Sodium Benzoat atau Soda Benzoat. Bahan pengawet ini merupakan garam asam Sodium Benzoic, yaitu lemak tidak jenuh ganda yang telah disetujui penggunaannya oleh FDA dan telah digunakan oleh para produsen makanan dan minuman selama lebih dari 80 tahun untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme (Luthana, 2008).
Rumus kimia natrium benzoat yaitu C7H5NaO2 yang banyak terdapat pada buah-buahan dan sayuran, termasuk ke dalam zat pengawet organik. Mempunyai massa molar 144.11 g/mol, dengan massa jenis 1.497 g/cm3 dan titik didih 300 °C. Berwarna putih, granula tanpa bau atau hampir bau, bubuk kristal atau serpihan. Lebih larut dalam air dibandingkan asam benzoat, agak sukar larut dalam etanol dan lebih mudah larut dalam etanol 90%. Kelarutan dalam air pada suhu 25°C sebesar 660 g/L dengan bentuk yang aktif sebagai pengawet sebesar 84,7% pada range pH 4,8. Dalam bahan pangan garam benzoat terurai menjadi bentuk efektif yaitu bentuk asam benzoat yang tak terdisosiasi. Memiliki fungsi sebagai anti mikroba yang optimum pada pH 2,5-4,0 serta menghambat pertumbuhan kapang dan khamir.
Struktur Natrium benzoat :

Sodium benzoat diproduksi dengan menetralisasi dari asam benzoat dengan sodium hidrosida. Dunia mulai memproduksi sodium benzoate tahun 1997 yang diperkirakan sekitar 55000-60000 ton. Produsen sodium benzoat terbesar adalah Netherlands, Estonia, Amerika Serikat, dan Cina. Walaupun tidak disosialisasikan asam benzoat agen yang efektif untuk antimikrobia untuk tujuan pengawetan, sodium benzoat lebih disukai dalam penggunaannya karena 200 kali lebih mudah larut dibandingkan asam benzoat. Sekitar 0,1% umumnya cukup untuk pengawetan pada produk yang telah dipersiapkan untuk diawetkan dan disesuaikan ke pH 4,5 atau dibawahnya. Pasar utama dari sodium benzoat adalah dalam pengawetan soft drink, minuman sirup fruktosa jagung yang tinggi, sodium benzoat jarang digunakan sebagai pengawet dalam acar, saus, dan jus buah. Sodium benzoat juga digunakan dalam pembuatan obat dengan tujuan pemeliharaan (batas atas 1,0% dalam larutan obat) dan mengobati cara hidup dalam perlakuan dari pasien dengan peredaran urea enzymopathies (Wibbertmann et al., 2000). Asam benzoat dan sodium benzoat atau yang dikenal dengan Natrium benzoat (C6H5COONa) secara luas dapat diterapkan sebagai bahan pengawet dalam sejumlah produk yang dikonsumsi oleh manusia (Ibekwe et al., 2007).
Menurut sebuah studi WHO, Sodium Benzoat adalah bahan pengawet yang digunakan untuk makanan dan minuman serta sangat cocok untuk jus buah maupun minuman ringan. Sodium benzoat banyak digunakan dalam berbagai produk makanan dan minuman seperti jus buah, kecap, margarin, mentega, minuman ringan, mustard, sambal, saus salad, saus tomat, selai, sirup buah dan lainnya. Sodium benzoat secara alami terdapat pada apel, cengkeh, cranberry (sejenis buah berry yang digunakan untuk membuat agar-agar dan saus), kayu manis, prem (yang dikeringkan) dan lain-lain.

Natrium Benzoat: Berfungsi sebagai pengawet jika diperlukan. Manisan dan selai banyak menggunakan gula yang juga berfungsi sebagai pengawet. Jadi jika anda membuat selai untuk konsumsi sendiri, bahan ini tidak perlu ditambahkan. Namun untuk produksi komersial, bahan ini terkadang perlu ditambahkan untuk memperpanjang daya simpan.
Aturan pemakaian 0.05%-0.10% (500-1000 ppm). Tingkat peracunan natrium benzoat pada hewan percobaan tikus adalah LD50 (50% hewan percobaan mati) lewat mulut sebesar 1940 mg/gr berat badan. Tanda-tanda bahwa tikus mengalami keracunan adalah diare, lemah otot, tremor dan aktivitas yang berlebihan. Sedangkan pada kucing diberikan sebesar 450 mg/gr berat badan akan memberikan efek kematian yang sama. Kematian tersebut disebabkan karena terjadi degeneratif pada liver, jantung dan paru-paru.


Dosis maksimum yang diperkenankan oleh Dirjen POM (Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88)

Nama BTP Jenis Bahan Pangan Batas Maksimum Penggunaan
Natrium Benzoat Margarin



Pekatan sari nenas





Apriket yang dikeringkan

Jem dan jeli




Kecap

Minuman ringan

Saus Tomat

Pangan lain 1 g/kg, tunggal atau campuran dengan garamnya atau dengan asam sorbat dan garamnya.

1 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam benzoat atau asam sorbat dan garamnya dan senyawa sulfit, tetapi senyawa sulfit tidak lebih dari 500 mg/kg.

500 mg/kg, tunggal atau campuran dengan garamnya.

1 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam sorbat dan garam kaliumnya atau dengna ester dari asam para hidroksi benzoat

600 mg/kg

600 mg/kg

1 g/kg

1 g/kg


B. Dampak Penggunaan
Minuman isotonik dipercaya bukan hanya mampu menggantikan cairan tubuh. Tetapi juga dipercaya dapat menyembuhkan demam berdarah dan tifus. Sebenarnya, minuman ini hanya membantu mempercepat proses pemulihan penderita. Bila si pasien yang rajin mengonsumsi minuman isotonik, maka cairan tubuhnya yang hilang akan tergantikan secara efektif. Minuman ini juga baik dikonsumsi saat mengalami dehidrasi atau diare.
Menurut Nova (2007), meski kandungan bahan pengawet natrium benzoat umumnya tidak terlalu besar, akan tetapi jika dikonsumsi secara terus-menerus akan berakumulasi dan menimbulkan efek terhadap kesehatan. Penggunaan pengawet tersebut dalam jangka panjang dapat menimbulkan penyakit Lupus (Systemic Lupus Eritematosus/SLE). Efek samping lain yang bisa timbul adalah edema (bengkak) akibat dari retensi (tertahannya cairan di dalam tubuh) dan bisa juga karena naiknya tekanan darah sebagai akibat bertambahnya volume plasma akibat pengikatan air oleh natrium.
Dalam riset yang dilakukan oleh Sheffield University di Inggris terhadap bahan pengawet makanan dan minuman yang umum digunakan, menyatakan bahwa natrium benzoat diperkirakan dapat merusak DNA. Hal ini dikemukakan oleh Pete Piper (professor bidang biologi molekuler dan bioteknologi) yang telah meneliti natrium benzoat sejak 1999. Ia pernah menguji natrium benzoat pada sel ragi yang hidup, yang akhirnya menemukan bahwa substansi tersebut (natrium benzoat) dapat merusak DNA mitochondria pada ragi. Di dalam tubuh, mitochondria berfungsi menyerap oksigen untuk menghasilkan energi. Dan bila dirusak, seperti terjadi pada sejumlah kondisi pada saat sakit, maka sel mulai mengalami kegagalan fungsi yang sangat serius. Sehingga di dalam tubuh akan terjadi kerusakan DNA di dalam mitochondria. Dan ada sejumlah penyakit di mana yang sekarang dikaitkan dengan penyakit Parkinson dan beberapa penyakit akibat degenerasi saraf. Natrium benzoat dapat menghambat pertumbuhan jamur yang biasa ditemukan pada minuman isotonik, maupun minuman-minuman ringan lainnya. Dampak lain dari natium benzoat pengawet minuman isotonik adalah kanker. Hal tersebut dikarenakan vitamin C (ascorbic acid) yang ditambahkan dalam minuman isotonik akan bereaksi dengan natrium benzoat menghasilkan benzen. Benzen tersebut dikenal sebagai polutan udara dan dapat menyebabkan kanker (Avicenna, 2008).

C. Penanggulangan Terhadap dampak penggunaan
Pemakaian bahan pengawet berupa natrium benzoat harus benar-benar memperhatikan batas kadar pemakaiannya terhadap makanan, hal ini dimaksudkan untuk menghindari timbulnya efek negatif sebagai akibat konsumsi makanan atau minuman tersebut. International Programme on Chemical Safety tidak menemukan adanya dampak terhadap kesehatan manusia dengan dosis sebesar 647-825 mg/kg berat badan per hari. Degradasi Sodium Benzoat (yang dihasilkan dalam tubuh dari garam sodium) telah dipelajari secara detail dan menunjukkan bahwa bahan-bahan ini tidak berbahaya. Sekitar 75-80% dalam jangka waktu 6 jam dikeluarkan melalui urine sebagai asam hipurat dan asam benzoil glukoronat (± 10%), 0.1% melalui paru-paru sebagai CO2 dan 2% tertinggal dikarkas dan seluruh dosis akan dikeluarkan dari dalam tubuh dalam jangka waktu sekitar 10 jam. Batasan yang ditentukan untuk Sodium Benzoat dalam makanan bukan karena sifat racunnya, melainkan karena jumlahnya melebihi 0.1%, bahan ini dapat meninggalkan rasa tertentu di mulut (Nova, 2007).


D. Prosedur Identifikasi dan Penentuan kadar Natrium Benzoat

Natrium benzoat :
Ambil 100 gram sampel dan masukkan kedalam labu ukur 500 ml
Tambahkan NaCl padat dalam jumlah yang cukup menjenuhkan air yang ada dalam contoh. tambahkan NaOH 10 % hingga alkalis (cek dengan kertas lakmus)
Encerkan dengan NaCL jenuh sampai tanda garis kemudian dikocok
Diamkan sekitar 2 jam atau sekitar semalam dan saring dengan kertas Whatman No.4
Jika contoh mengandung banyak lemak tambahkan beberapa larutan NaOH lalu diekstrak dengan eter, jika mengandung alkohol dikerjakan lebih lanjut dengan cara CIDER.
CARA CIDER
Ambil 250 ml contoh yang mengandung alkohol kemudian tambahkan NaOH 10 % hingga alkalis, uapkan pada penangas air hingga volumenya 100 ml
Dinginkan dan masukkan kedalam labu ukur 250 ml tambahkan NaCL jenuh atau 30 gram NaCL padat lalu kocok sampai larut
Tepatkan dengan larutan NaCL jenuh, biarkan selama 2 jam sambil sewaktu - waktu dikocok, lalu disaring
Pipet 100 ml filtrat masukkan kedalam corong pisah. Tambahkan HCL 1 : 3 hingga netral
Ekstraksi dengan CHCL3 beberapa kali dengan volume CHCL3 70 ml, 50 ml, 40 ml, dan 30 ml. Jika terjadi emulsi kocok dengan pengaduk, jika ekastrak CHCL3 tidak bening cuci dengan aquades sampai jernih
Ekastrak CHCL3 didestilasi lambat pada suhu rendah hingga ekstrak tinggal 1/4 bagian. Lalu uapkan pada suhu kamar di atas penangas air.
Residu dibiarkan semalam sampai bau asam asetat hilang.
Residu dilarutkan dalam alkohol netral (cek dengan PP) 50 ml, encerkan dengan air sebanyak 12 – 15 ml dan tambahkan 2 tetes indikator PP dan titrasi dengan NaOH 0,05 N
Kadar Natrium Benzoat = Titer x NaOH x 144 x vol.lar.persiapan contoh x 106
Vol. yang diambil x berat contoh x 1000

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Natrium benzoat (C7H5NaO2) merupakan salah satu bahan pengawet yang banyak terdapat pada buah-buahan dan sayuran, berwarna putih, granula tanpa bau atau hampir bau, bubuk kristal atau serpihan dan termasuk ke dalam zat pengawet organik.
Natrium benzoat banyak digunakan dalam berbagai produk makanan dan minuman seperti jus buah, kecap, margarin, mentega, minuman ringan, mustard, sambal, saus salad, saus tomat, selai, sirup buah dan lainnya.
























DAFTAR PUSTAKA

Effendi, M. Supli. 2009. Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Pangan. Bandung : Alfabeta
Cahyadi, Ir. Wisnu. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta : Bumi Aksara.
Natrium benzoat (http://yongkikastanyaluthana.wordpress.com/category/natrium-benzoat/, diakses 22 Desember 2009)
Sodium benzoate (http://en.wikipedia.org/wiki/Sodium_benzoate, diakses 22 Desember 2009)
Natrium benzoat, kalium sorbat aman dikonsumsi (http://www.detiknews.com/read/2006/12/11/155921/718699/10/natrium-benzoat-kalium-sorbat-aman-dikonsumsi diakses 22 Desember 2009)
Natrium benzoat, (http://yongkikastanyaluthana.wordpress.com/2008/12/17/natrium-benzoat/, diakses 22 Desember 2009)
Analisa natrium benzoat pada produk, (http://breakthrough-ilmupangan.blogspot.com/2009/04/analisa-natrium-benzoat-pada-produk.html diakses 22 Desember 2009).

laporan kimia sawit

LAPORAN
PRAKTIKUM KIMIA SAWIT

DISUSUN OLEH :
NAMA : ABDI SILABAN
NIM : F0A007016
PRODI : KIMIA INDUSTRI

ASISTEN DOSEN
DEDY ZULFIKAR


PROGRAM DIPLOMA III KIMIA TERAPAN
KIMIA INDUSTRI & ANALISIS KIMIA
UNIVERSITAS JAMBI
2009






Percobaan I
PENENTUAN ANGKA PENYABUNAN

DISUSUN OLEH :
NAMA : ABDI SILABAN
NIM : F0A007016
PRODI : KIMIA INDUSTRI















Percobaan I
PENENTUAN ANGKA PENYABUNAN


I. Tujuan
Untuk mengetahui sifat minyak dengan mengetahui besarnya angka penyabunan

II. Landasan Teori
Angka penyabunan dapat dipergunakan untuk menentukan berat molekul minyak dan lemak secara kasar. Minyak yang disusun oleh asam lemak berantai C pendek berarti mempunyai angka penyabunan relative besar dan sebaliknya dengan berat molekul besar mempunyai angka penyabunan relatif kecil.
Angka penyabunan sama dengan bilangan penyabunan dinyatakan sebagai banyaknya ( mg ) KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan satu gram lemak atau minyak.
Lemak yang mengandung komponen yang tidak tersabunkan seperti sterol mempunyai bilangan penyabunan rendah. Namun untuk minyak yang mengandung asam lemak tidak jenuh tidak mempunyai bilangan penyabunan tinggi. Tingginya bilangan penyabunan ini disebabkan ikatan tidak jenuh dapat teroksidasi menghasilkan pembentukan gugus karbonil yang pada akhirnya dapat juga bereaksi dengan alkali.
( Dra.Hj.Nurbaiti Harun,Apt:2006;3-6 )

Pengujian secara asidimetri terutama untuk menentukan bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan ester, asam lemak bebas, jumlah asam lemak total dan asam lemak yang terikat sebagai ester. Hasil yang diperoleh dengan cara tergantung pada ketelitian dalam memisahkan asam total. Yang termasuk dalam bilangan asam lemak total antara lain bilangan reicher.meiss, bilangan polenske dan bilangan kirschner. Biasanya bilangan yang diperoleh secara asidimerti seperti bilangan asam, bilangan penabunan dan bilangan ester, dinyatakan dalam jumlah milligram KOH untuk tiap satu gram minyak atau lemak. Sedangkan bilangan Reichert-meissl dan bilangan kirschner dinyatakan dalam jumlah millimeter KOH 0,1 N atau NaOH 0,1 N untuk tiap 5 gram minyak atau lemak.
( Meyer,LH:1960;35 )


Lemak dan minyak dapat terhidrolisis, lalu menghasilkan asam lemak dan gliserol. Proses hidrolisis yang disengaja biasa dilakukan dengan penambahan basa kuat seperti NaOH atau KOH, melalui pemanasan dan menghasilkan gliserol dan sabun. Proses hidrolisis minyak oleh alkali disebut reaksi penyabunan atau saponifikasi.






( Estien Yazid:2005;54 )


Bilangan saponifikasi didefenisikan dengan jumlah milligram dari kalium hidroksida ( KOH ) yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 gram lemak atau minyak. Dalam basis molekuler, sebuah molekul dari miyak atau lemak membutuhkan tiga unit KOH untuk saponifikasi secara sempurna karena disana ada tiga ikatan ester dalam molekul lemak atau miyak karena masing – masing molekul terdiri dari lemak dengan berat molekul tinggi atau lemak dengan berat molekul rendah membutuhkan tiga unit KOH untuk saponifikasi maka berat KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 gram lemak akan lebih mudah untuk lemak yang berat dibandingkan gliserida dengan berat molekul rendah. Lemak dan minyak dengan berat molekul tinggi memiliki bilangan saponifikasi yang rendah dibandingkan lemak dan minyak dengan berat molekul rendah.
( Lamsihar Gamael:2007 )










III. Persiapan Kerja
A. Penyediaan Alat
1. Erlemeyer
2. Buret
3. Statif dan klem
4. Penangas air
5. Pengaduk
6. Alumunium foil
B. Penyediaan Bahan
1. Minyak CPO
2. Alkohol 96 %
3. KOH 0,1 N
4. HCl 0,5 N
5. Indicator Fenolftalein
6. Aquades


IV. Prosedur Kerja
















V. Pembahasan
Setelah dilakuka percobaan penentuan bilangan penyabunan dengan demikian didapat data pengamatan sebagai berikut :

No Perlakuan Pengamatan
1 Uji Sampel
v Erlemeyer ditimbang 47,7 gr
v Berat sampel ( CPO ) 5 gr
v Erlemeyer yang berisi sampel + KOH 0,5 N sebanyak 50 ml
v Dipanaskan ( ± 700C ) + diaduk
v Didinginkan
v Ditambah 2 tetes indicator PP
v Dititrasi dengan HCl 0,5 N



Uji Blanko
v 50 ml KOH 0,5 N ditambah 3 tetes indicator PP
v Dititrasi dengan HCl 0,5 N

v Warna orange ( kental )
v Warna orange ( cair )

v Kuning telur ( cair )


v 34 ml HCl yang terpakai terhadap gumpalan orange cairan berwarna bening


v Bening keungu – unguan

v 34,2 ml HCl terpakai. Setelah dititrasi menjadi bening.


Diketahui :
Tb = 34,2 ml
Ts = 34 ml
N HCl = 0,5 N
Mr KOH = 56
Ditanya : Angka penyabunan = …….. ?
Jawab :


Dari hasil pengamatan penentuan bilangan penyabunan ini sampel ( CPO ) yang awalnya berwarna orange ditambahkan KOH 0,5 sebanyak 50 ml lalu dipanaskan pada suhu ± 700C, setelah pemanasan tersebut sampel yang awalnya orange berubah menjadi kuning telur, setelah itu ditambahkan 2 tetes indicator phenolphtalen dan warnanya berubah menjadi merah muda keungu – unguan.

Pada percobaan ini menggunakan indicator phenolphtalen, adapun rumus molekul dari indicator phenolphtalen adalah [( C6H4OH)2C2O6H4] fungsinya sebagai indicator titrasi.
Sedangkan sifat kimia :
· Berat molekul : 318,31 gr/gmol
· Titik lebur : 2160C
· Spesifik gravity : 1,299 25/4
· Kelarutan dalam air ( 200C ) : 0,2/100 bagian air
· Kelarutan dalam alcohol ( 250C ) : 10/100 bagian alcohol
· Kelarutan dalam eter : 5,9/100 bagian eter
· Berbentuk serbuk
· Berwarna putih


Sifat kimia indicator phenolphtalen
· Membentuk larutan yang tidak berwarna pada suasana asam
· Membentuk larutan yang tidak berwarna pada suasana netral
· Membentuk larutan yang berwarna merah rosa pada suasana basa, tetapi tidak berwarna dalam jumlah alkali yang besar
· Merupakan hasil interaksi antara fenol dan phtalic anhidrat dalam asam sulfat
· Interval pH = 8,3 – 10
· Larut dalam pelarut organic
· Bereaksi dengan basa, dengan pembentukan warna sebagai titik akhir titrasi
( Lamsihar Gamael:2007 )

CPO ditambah dengan KOH lalu dipanaskan, setelah itu ditambahkan 2 tetes indicator pp yang reaksi warna dari warna asal orange menjadi kuning telur lalu menjadi merah jambu keungu – unguan setelah dititrasi dengan HCl 0,5 N, yang mana warna pink itu sendiri pada akhir titik titrasi berubah menjadi warna bening sehingga volume HCl yang terpakai adalah 34 ml atau ts = 34 ml.
Warna pink yang berubah menjadi bening dikarenakan indicator PP yang memiliki sifat kimia membentuk larutan yang tidak berwarna pada suasana asam. Dimana zat penitrasi adalah HCl yang merupakan asam kuat sedangkan zat yang dititrasi adalah CPO atau minyak mentah yang bersifat netral. Indikator PP menentukan pembentukan warna bening pada akhir titik titrasi.
Sama halnya pada uji blanko, KOH ditambah Indikator PP pada awalnya berwarna bening setelah itu dititrasi dengan HCl 0,5 N dan berubah menjadi warna pink dan V HCl yang terpakai ( tb ) adalah 34,2 ml. KOH yang bersifat basa ditambah Indikator PP berwarna bening lalu dititrasi dengan asam berwarna pink, karena indicator PP membentuk warna merah muda atau merah rosa pada suasana basa yang terdapat pada saat bereaksinya KOH dan Indikator PP.

VI. Kesimpulan
Semakin bertambahnya waktu reaksi maka konversi FFA akan mengalami kenaikan sampai akhirnya berapa dalam keadaan stabil. Hal ini terjadi karena semakin menurunnya konsentrasi FFA maka otomatis konversi juga semakin bertambah.
Angka penyabunan adalah banyaknya mg KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 gram minyak atau lemak ( sampel ). Angka penyabunan sama dengan bilangan penyabunan atau saponifikasi. Setelah percobaan maka didapat angka penyabunan = 1,12

VII. Daftar Pustaka
Harun Nurbaiti.2006.Penuntun praktikum kimia sawit.Universitas Jambi:Jambi
Nursanti Linda,Estien Yazid.2005.Penuntun praktikum Biokimia.ANDI:Bandung
Lamsihar Gamael g.2007.Laporan Penelitian Saponifikasi.USU:Medan
Satrohamidjojo.2005.Kimia Organik.UGM:Yogyakarta
Meyer,L.H.1960.Minyak dan Lemak pangan.Erlangga:Jakarta











Percobaan 2
PENENTUAN ANGKA ASAM DAN ESTER

DISUSUN OLEH :
NAMA : ABDI SILABAN
NIM : F0A007016
PRODI : KIMIA INDUSTRI
















Percobaan 2
PENENTUAN ANGKA ASAM DAN ESTER


I. Tujuan
· Untuk mengetahui kualitas minyak berdasarkan angka asamnya
· Untuk mengetahui besarnya angka ester

II. Landasan Teori
Angka asam dinyatakan sebagai jumlah milligram KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram minyak atau lemak.
Angka asam yang besar menunjukan asam lemak bebas yang berat berasal dari hidrolisa minyak ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik. Adanya asam lemak bebas ini menyebabkan aroma dalam minyak yang tidak diinginkan dan bila terdapat dalam jumlah besar dapat meracuni tubuh. Makin tinggi angka asam makin rendah kualitasnya.
Angka ester menunjukan jumlah asam organic yang bersenyawa sebagai ester.
( Dra.Hj.Nurbaiti Harun,Apt:2006;6 )

Asam lemak bebas ( free fatty acid )
Asam lemak bebas yang digunakan dalam percobaan ini adalah asam palmitat [(CH3(CH2)14CO2H ]. Fungsinya sebagai sampel lemak yang akan dianalisa dan diolah menjadi sabun.
Ø Sifat – sifat fisika
1. Berat molekul : 256,42 gr/gmol
2. Titik leleh : 63,40C
3. Titik didih : 271,50C
4. Spesifik gravity : 0,849 70/4
5. Kelarutan dalam 100 bagian :
v Air : tidak larut
v Alcohol : 920
v Ester : larut
6. Berwarna kekuningan
7. Berbau khas
8. Merupakan padatan liat

Ø Sifat – sifat kimia
1. Terbentuk dari hidrolisis tripalmitin ( suatu lemak )
2. Bila diesterifikasi dengan gliserol menghasilkan lemak dan air
3. Merupakan asam lemak jenuh karena tidak mempunyai ikatan rangkap. Oleh karena itu asam palmitat tidak dapat dioksidasi
4. Keasaman berada diantara asam mineral dan alcohol/fenol, yaitu dengan pKa sekitar 4,96 – 5,00
5. Tidak mengalami untuk reaksi hidrogenasi karena tidak mengandung ikatan rangkap
6. Digunakan untuk membuat palmitat logam, sabun, minyak pelumas, dan lain – lain
7. Reduksi asam palmitat menghasilkan alcohol primer.
( Lamsihar Gamael:2007 )

Penentuan angka ester menujukkan jumlah asam yang bersenyawa sebagai ester. Angka ester dihitung dengan selisih angka penyabunan dengan angka asam. Angka ester = angka penyabunan – angka asam.Penentuan angka iodine menunjukan ketidak jenuhan asam lemak dan minyak. Asam lemak tidak jenuh mampu mengikat iodine dan membentuk senyawaan yang jenuh. Banyaknya iodine yang diikat menunjukkan banyaknya ikatan rangkap yang terdapat dalam asam lemaknya. Angka iodine dinyatakan sebagai banyaknya iodine dalam gram yang diikat oleh 100 gram lemak atau minyak. Penentuan angka asam menunjukan banyaknya asam lemak bebas yang terdapat dalam suatu lemak atau minyak. Angka asam dinyatakan sebagai jumlah milligram NaOh yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram lemak atau minyak.
Penentuan angka peroksida merupakan salah satu cara menganalisa tingkat kerusakan dari lemak atau minyak.

Sifat – sifat kimia minyak dan lemak dapat diketahui dengan berbagai proses, antara lain :
Ø Esterifikasi
Proses esterifikasi bertujuan untuk asam – asam lemak bebas dari trigliserida, menjadi bentuk ester. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan melalui reaksi kimia yang disebut interifikasi atau penukaran ester yang didasarkan pada prinsip transesterifikasi Fiedel-Craft.

Ø Hidrolisa
Dalam reaksi hidrolisis, lemak dan minyak akan diubah menjadi asam – asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisi mengakibatkan kerusakan lemak dan minyak. Ini terjadi karena terdapat sejumlah air dalam lemak dan minyak tersebut.

Ø Penyabunan
Reaksi ini dilakukan dengan penambahan sejumlah larutan basa kepada trigliserida. Bila penyabunan telah lengkap, lapisan air yang mengandung gliserol dipisahkan dan gliserol dipulihkan dengan penyulingan

Ø Hidrogenasi
Proses hidrogenasi bertujuan untuk menjernihkan ikatan dari rantai karbon asam lemak pada lemak atau minyak. Setelah proses hidrogenasi selesai, minyak didinginkan dan katalisator dipisahkan dengan disaring. Hasilnya adalah minyak yang bersifat plastis atau keras, tergantung pada derajat kejenuhan

Ø Pembentukan keton
Keton dihasilkan melalui penguraian dengan cara hidrolisa ester.

Ø Oksidasi
Oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan lemak atau minyak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik pada lemak atau minyak.
( Wikipedia_kimia:2009 )

Lemak dan minyak merupakan senyawa ester yang berasal dari gliserol dan asam karboksilat suhu tengah dan tinggi. Lemak biasanya berwujud padat pada suhu kamar karena titik cairnya lebih tinggi dari pada suhu kamar, ini dijumpai pada hewan. Minyak biasanya berbentuk cair pada suhu kamar karena titik cairnya lebih rendah daripada suhu kamar, biasanya dijumpai pada tumbuhan. Asam karboksilat disebut juga dengan asam lemak, yang diperoleh dari hidrolisis lemak atau minyak.





















Ket:
1. Nurbaiti harun.2006.Penuntun praktikum kimia sawat.hal 6
2. Lamsihar gamael gultom.2007.Laporan penelitian saponifikasi.hal 10
3. www.wikipedia.co.id
III. Persiapan Kerja
A. Penyediaan Alat
1. Erlemeyer
2. Buret
3. Statif dan klem
4. Penangas air
5. Pengaduk

B. Penyediaan Bahan
1. Minyak CPO
2. Alkohol 96 %
3. KOH 0,1 N
4. Indicator Fenolftalein
5. Aquades

IV. Prosedur Kerja











V. Pembahasan
Setelah dilakukan percobaan penentuan angka penentuan angka asam dan angka ester maka didapat data pengamatan sebagai berikut :

No Perlakuan Pengamatan
1




2



3 3 gram minyak ( CPO ) ditambah dengan 30 ml etanol 95%.Panaskan dengan menggunakan air ( penangas air ) dengan suhu ± 700C

Dititirasi dengan KOH 0,5 N dengan 3 tetes indicator PP


Perlakuan double
Dengan perbedaan cara pemanasan api langsung
Terbentuk 2 fasa :
Atas : air dalam minyak
Bawah : air dan CPO


KOH yang terpakai adalah 1,8 ml. Terdapat gumpalan berwarna orange dan cairan berwarna merah muda

KOH yang terpakai adalah 2,1 ml ( lebih banyak dari pada yang menggunakan penangas air )


Dengan demikian maka dapat dicari angka asam dan angka ester sebagai berikut :
Ø Perlakuan dengan penangas air
a. Angka asam = ml KOH x N KOH x BM KOH
Bobot contoh ( gr )
= 1,8 x 0.5 N x 56.1
3 gr
= 16.8
b. Derajat asam = 100 x ml KOH x N KOH
Bobot contoh ( gr )
= 100 x 1,8 x 0,5 N
3 gr
= 30


c. Kadar asam lemak bebas ( % FFA ) = ml KOH x N KOH x BM KOH x 100%
Bobot contoh (gr) x 1000
= 1,8 x 0,5 x 56,1 x 100%
3 x 1000
= 1,68
d. Angka asam dengan % FFA = BM KOH x % FFA
BM Asam lemak bebas/10
= 56,1 x 1,68
256/10
= 0,03 %
e. Angka ester = angka penyabunan – angka asam
= 1,12 – 0,03
= 1,09





Ø Perlakuan dengan pemanas langsung
a. Angka asam = ml KOH x N KOH x BM KOH
Bobot contoh ( gr )
= 2,1 x 0.5 N x 56.1
3 gr
= 19,6
b. Derajat asam = 100 x ml KOH x N KOH
Bobot contoh ( gr )
= 100 x 2,1 x 0,5 N
3 gr
= 35


c. Kadar asam lemak bebas ( % FFA ) = ml KOH x N KOH x BM KOH x 100%
Bobot contoh (gr) x 1000
= 2,1 x 0,5 x 56,1 x 100%
3 x 1000
= 1,96
d. Angka asam dengan % FFA = BM KOH x % FFA
BM Asam lemak bebas/10
= 56,1 x 1,96
256/10
= 0,039 %
e. Angka ester = angka penyabunan – angka asam
= 1,12 – 0,039
= 1,08

Dengan demikian didapatkan angka asam dengan perlakuan penangas air = 1,09 dan angka ester dengan perlakuan pemanasan langsung = 1,08. Angka asam dengan perlakuan penangas air = 16,8 dan angka asam dengan perlakuan dengan pemanasan langsung 19,6.
















VI. Kesimpulan

Setelah dilakukan percobaan dan dihitung angka asam dan angka ester maka didapat angka ester pada perlakuan I = 1,09, dan perlakuan II = 1,08.
Semakin bertambahnya waktu reaksi maka konversi FFA akan mengalami kenaikan sampai akhirnya berapa dalam keadaan stabil. Hal ini terjadi karena semakin menurunnya konsentrasi FFA maka otomatis konversi juga semakin bertambah.


VII. Daftar Pustaka

Harun Nurbaiti.2006.Penuntun praktikum kimia sawit.Universitas Jambi:Jambi
Lamsihar Gamael g.2007.Laporan Penelitian Saponifikasi.USU:Medan
www.wikipedia-kimia:2009.co.id

















Percobaan 3
PENENTUAN ANGKA IOD

DISUSUN OLEH :
NAMA : ABDI SILABAN
NIM : F0A007016
PRODI : KIMIA INDUSTRI









Percobaan 3
PENENTUAN ANGKA IOD

I. Tujuan
Untuk mengetahui sifat minyak berdasarkan besarnya angka iod
II. Landasan teori
Angka iod mencerminkan ketidakjenuhan asam lemak penyusun minyak dan lemak. Asam lemak tidak jenuh mampu mengikat iod dan membentuk senyawaan yang jenuh. Banyaknya iod yang diikat menunjukan banyaknya ikatan rangkap. Semakin jenuh suatu minyak makin besar angka iod. Angka iod dapat juga dipakai untuk menentukan derajat kerusakan minyak karena proses oksidasi. Minyak yang mempunyai ketidakjenuhan tinggi mungkin mudah mengalami kerusakn akibat oksidasi. Reaksi oksidasi menyebabkan kurangnya ikatan jenuh sehingga pada minyak yang mengalami proses oksidasi angka iodnya menurun.
Angka iod dinyatakan sebagai banyaknya gram iod yang diikat oleh 100 gr minyak atau lemak.
Senyawa halogen yang biasa digunakan dalam penentuan bilangan iod adalah ICI dab IBr. Senyawa I2 tidak digunakan karena kurang selektif dibandingkan ICI dan IBr. Dalam reaksi adisi ICI dan IBr dengan ikatan tidak jenuh minyak banyaknya halogen yang masuk dalam ikatan rangkap dinyatakan dalam I2. Hal ini dikarenakan kelebihan halogen ( ICI dan IBr ) bereaksi dengan KI yang ditambahkan akan membebaskan I2 sesuai dengan persamaan reaksi berikut :

IBr + KI à I2 + KBr

ICI + KI à I2 + KCl

Penentuan angka iodine dapat dilakukan dengan cara Hamus atau cara Kauf-Maun dan Von Hubl atau cara Wiys.





















III. Persiapan Kerja
A. Penyediaan Alat
1. Erlemeyer
2. Buret
3. Statif dan klem
4. Penangas air
5. Pengaduk

B. Penyediaan Bahan
1. Minyak CPO
2. Kloroform
3. Karbon tetra klorida
4. Larutan iodine bromide
5. Asam asetat glacial
6. Natrium thiosulfat 0,1 N
7. Indicator amilum 1 %

IV. Prosedur kerja















V. Pembahasan
Dari hasil pengamatan penetuan angka iod maka didapat data pengamatn sebagai berikut :

No Perlakuan Pengamatan















Setelah pengamatan untuk penentuan angka iod maka dapat dihitung sebagai berikut :
Angka iod = ( tb – ts ) x N Na2S2O4 x BA iod x 10
Bobot contoh(gr) x 1000
= ( 24,5 – 17,7 ) x 0,1 x 12,64
0,5
= 0,68 x 0,1 x 12,64
0,5
= 8,63
0,5
= 17,2






VI. Kesimpulan
Dari hasil percobaan penentuan angka iod maka didapat angka iod = 17,2.

VII. Daftar pustaka
Harun Nurbaiti.2006.Penuntun praktikum kimia sawit.Universitas Jambi:Jambi
Lamsihar Gamael g.2007.Laporan Penelitian Saponifikasi.USU:Medan
www.wikipedia-kimia:2009.co.id

































Percobaan 4
PENENTUAN ANGKA PEROKSIDA

DISUSUN OLEH :
NAMA : ABDI SILABAN
NIM : F0A007016
PRODI : KIMIA INDUSTRI















Percobaan 4
PENENTUAN ANGKA PEROKSIDA


I. Tujuan
Untuk mengetahui kualitas berdasarkan angka peroksida
II. Landasan teori
Angka peroksida sangat penting untuk identifikasi tingkat oksidasi minyak atau lemak. Minyak atau lemak yang mengandung asam – asam lemak tidak jenuh dapat teroksidasi oleh oksigen yang menghasilkan suatu senyawa peroksida. Apabila minyak mengalami oksidasi maka senyawa peroksida ini maka minyak akan berubah menjadi minyak yang tengik dan bilangan peroksidanya akan menurun.
Kerusakan minyak atau lemak yang utama adalah peristiwa oksidasi dan hidrolitik, baik enzimatik maupun non enzimatik. Diantara kerusakan minyak yang terjadi ternyata kerusakan karena autoksidasi yang paling besar pengaruhnya terhadap cita rasa. Hasil yang diakibatkan oleh oksidasi lemak antara lain peroksida, asam lemak, aldehid dan keton. Untuk mengetahui tingkat kerusakan minyak dapat dinyatakan sebagai angka peroksida atau angka asam thiobarbiturat ( TBA ).
Cara penentuan angka peroksida dapat dilakukan dengan metode iodin.
Penentuan angka peroksida merupakan salah satu cara menganalisa tingkat kerusakan dari lemak atau minyak.

Sifat – sifat kimia minyak dan lemak dapat diketahui dengan berbagai proses, antara lain :
Ø Esterifikasi
Proses esterifikasi bertujuan untuk asam – asam lemak bebas dari trigliserida, menjadi bentuk ester. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan melalui reaksi kimia yang disebut interifikasi atau penukaran ester yang didasarkan pada prinsip transesterifikasi Fiedel-Craft.


Ø Hidrolisa
Dalam reaksi hidrolisis, lemak dan minyak akan diubah menjadi asam – asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisi mengakibatkan kerusakan lemak dan minyak. Ini terjadi karena terdapat sejumlah air dalam lemak dan minyak tersebut.

Ø Penyabunan
Reaksi ini dilakukan dengan penambahan sejumlah larutan basa kepada trigliserida. Bila penyabunan telah lengkap, lapisan air yang mengandung gliserol dipisahkan dan gliserol dipulihkan dengan penyulingan

Ø Hidrogenasi
Proses hidrogenasi bertujuan untuk menjernihkan ikatan dari rantai karbon asam lemak pada lemak atau minyak. Setelah proses hidrogenasi selesai, minyak didinginkan dan katalisator dipisahkan dengan disaring. Hasilnya adalah minyak yang bersifat plastis atau keras, tergantung pada derajat kejenuhan

Ø Pembentukan keton
Keton dihasilkan melalui penguraian dengan cara hidrolisa ester.

Ø Oksidasi
Oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan lemak atau minyak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik pada lemak atau minyak.
( Wikipedia_kimia:2009 )




















III. Persiapan kerja
a. Persiapan alat
Ø Erlemeyer
Ø Buret
Ø Alumunium foil
Ø Statif dan klem
Ø pengaduk
b. Persiapan bahan
Ø Sampel ( miyak CPO )
Ø Kloroform
Ø Karbon tetra klorida
Ø Larutan iodine bromide
Ø Asam asetat glacial
Ø Indicator amilum 1 %

IV. Prosedur kerja

















V. Pembahasan
Setelah dilakukan praktikum penentuan angka peroksida maka didapat data sebagai berikut :
ü Uji sampel

No Perlakuan Pengamatan
1

2

3
4
5

6
7
8 5 gr CPO dipanaskan dengan pemanas Bunsen
Asam cuka + kloroform
18 ml : 12 ml
Didiamkan
+ 0,5 ml KI jenuh
Diamkan 5 menit

+ aquades 100 ml
+ amilum indicator 3 tetes
Dititrasi dengan Na2S2O3 Warna kuning coklat ( keruh ) menjadi kuning pekat bersih / jernih
Diaduk secara homogen
Orange pekat
Atas minyak,bawah pelarut
Hijau kecoklatan
2 fasa ( coklat muda & bawah coklat tua )
dibawah gumpalan kental coklat muda
keruh
terpakai 3,3 ml
gumpalan minyak dalam larutan bening


ü Uji blangko

No Perlakuan Pengamatan
1


2


3


4
18 ml Asam cuka + 12 ml kloroform + 0,5 ml KI jenuh

+ aquades 100 ml


+ 3 tetes indicator amilum


Dititrasi dengan Na2S2O3 Bening kemerahan.
Didiamkan 5 menit,sehingga berwarna merah muda
Terbentuk 2 fasa :
Diatas encer bening dan dibawah merah muda keruh kental
Terbentuk 2 fasa :
Diatas bening encer dan dibawah terdapat larutan berwarna merah muda
Terpakai 4,8 ml

Dengan demikian setelah melakukan praktikum maka kita dapat menghitung angka peroksida sebagai berikut :
Angka peroksida = tb – ts x N Na2S2O3 1000
M sampel
= 4,8 – 3,3 x 0,01 x 1000
5 gr
= 3
( angka peroksida kurang dari standarisasinya yaitu 5 )

VI. Kesimpulan
Dari hasil praktikum penentuan angka peroksida maka didapat angka peroksidanya adalah 3 dengan demikian angka peroksida yang didapat dari praktikum tersebut angka peroksidanya kurang dari standar.

VII. Daftar pustaka
Harun Nurbaiti.2006.Penuntun praktikum kimia sawit.Universitas Jambi:Jambi
Lamsihar Gamael g.2007.Laporan Penelitian Saponifikasi.USU:Medan
www.wikipedia-kimia:2009.co.id






















Percobaan 5
PENENTUAN ANGKA REICHERT MEISSL

DISUSUN OLEH :
NAMA : ABDI SILABAN
NIM : F0A007016
PRODI : KIMIA INDUSTRI








Percobaan 5
PENENTUAN ANGKA REICHERT MEISSL
I. Tujuan
Untuk mengetahui sifat minyak dengan penentuan besarnya angka reichert meissl.
II. Landasan teori
Angka reichert meissl dinyatakan sebagai jumlah ( ml ) NaOH 0.1 N yang dugunakan untuk menetralkan asam lemak yang menguap dan larut dalam air yang diperoleh dari penyulingan 5 gram minyak atau lemak pada kondisi tertentu.
Asam lemak yang menguap dan mudah larut dalam air adalah yang berantai atom karbon 4 – 6.
Angka Reichert-Meissel menunjukkan jumlah asam-asam lemak yang dapat larut dalam air dan mudah menguap. Angka ini dinyatakan sebagai jumlah NaOH 0,1 N dalam ml yang digunakan unutk menetralkan asam lemak yang menguap dan larut dalam air yang diperoleh dari penyulingan 5 gram lemak atau minyak pada kondisi tertentu. asam lemak yang mudah menguap dan mudah larut dalam air adalah yang berantai karbon 4-6.
Angka Reichert-Meissel = 1,1 x (ts – tb)
Dimana ts = jumlah ml NaOH 0,1 N untuk titrasi sampel
tb = jumlah ml NaOH 0,1 N untuk titrasi blanko





III. Persiapan kerja
a. Persiapan alat
· Erlemeyer
· Buret
· Alumunium foil
b. Persiapan bahan
· · Minyak CPO
· Larutan soda gliserol
· Asam sulfat 20 %
· NaOH 0,1 N
· Indikator fenolftalein
I. IV. Minyak CPO 0,5 gram
Prosedur kerja

+ 20 ml larutan soda gliserol

Panaskan membentuk sabun dan cairan menjadi jernih

+ 13,5 ml air dan 0,5 ml H2SO4 20% dan disaring


Larutan air dipisahkan

+ indicator PP

Titrasi dgn NaOH 0,1 N sampai warna merah jambu.catat volume NaOH terpakai




Hasil Pengamatan


V. Pembahasan
Setelah dilakukannnya praktikum penentuan angka reichert meissl maka didapat data sebagai berikut :

No Percobaan Pengamatan
1 · Sampel ( CPO ) 5 gram dipanaskan sampai encer
· Ditambahkan dengan 20 ml fruktosa dan dipanaskan

· Didinginkan
· Ditambah dengan aquades 135 ml


· Ditambah H2SO4 20 % 5 ml lalu disaring endapan dan filter

· Filtef + PP 2 tetes kemudian dititrasi · Dari kental menjadi encer dan jernih
· Menjadi campuran gumpalan jernih dan cair jernih,setelah dipanaskan membentuk sabun sempurna dan cairan jernih dan warna coklat kekuningan ( warna teh )
· Membentuk busa dengn penambahan aquades dan warna tetap ( agar encer ) dengan gumpalan melayang – layang, berwarna orange.
· Menggumpal dengan H2SO4. Saring > filtrat coklat bening + endapan ( gumpalan orange )
· Endapan + 100 ml aquades membentuk gumpalan dan membentuk busa.
· Filtrat ke 2 ( kuning keruh ) + PP titrasi 2 tetes, warna kuning keruh titrasi hingga warna orange.

Setelah dilakukan percobaan maka untuk penentuan angka reichert meissl dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Angka reichert meissl = 1,1 x ( ts – tb )
Keterangan : tb = jumlah ml NaOH 0,1 N untuk titrasi blanko
ts = jumlah ml NaOH 0,1 untuk titrasi sampel


maka untuk analisis datanya yaitu :
angka reichert meissl = 1,1 x ( ts – tb )
= 1,1 x ( 9,5 – 8,5 )
= 1,1 x 1
= 1,1

VI. Kesimpulan
Angka Reichert-Meissl menunjukkan jumlah asam-asam lemak yang dapat larut dalam air dan mudah menguap. Angka ini dinyatakan sebagai jumlah NaOH 0,1 N dalam ml yang digunakan unutk menetralkan asam lemak yang menguap dan larut dalam air yang diperoleh dari penyulingan 5 gram lemak atau minyak pada kondisi tertentu. asam lemak yang mudah menguap dan mudah larut dalam air adalah yang berantai karbon 4-6.
Setelah perhitungan dengan mengguanak persamaan :
Angka reichert meissl = 1,1 x ( ts – tb )
Keterangan : tb = jumlah ml NaOH 0,1 N untuk titrasi blanko
ts = jumlah ml NaOH 0,1 untuk titrasi sampel
Dengan demikian maka didapat angka reichert meissl adalah 1,1.

VII. Daftar pustaka
Harun Nurbaiti.2006.Penuntun praktikum kimia sawit.Universitas Jambi:Jambi
Lamsihar Gamael g.2007.Laporan Penelitian Saponifikasi.USU:Medan
www.wikipedia-kimia:2009.co.id
F.G.Winarno.1982.Kimia Pangan dan Gizi.Gramedia Pustaka Utama:Jakarta








Percobaan 6
PENENTUAN ANGKA POLENSKE

DISUSUN OLEH :
NAMA : ABDI SILABAN
NIM : F0A007016
PRODI : KIMIA INDUSTRI








Percobaan 6
PENENTUAN ANGKA POLENSKE
I. Tujuan
Untuk mengetahui sifat minyak berdasarkan angka polenske.
II. Landasan teori
Angka polenske dinyatakan sebagai jumlah ml NaOH 0,1 yang diperlukan untukmenetralkan asam lemak yang menguap dan tidak larut dalam air tetapi larut dalam alkohol yang diperoleh dari penyulingan 5 gram minyak atau lemak. Ini menunjukan asam lemak berantai 8 – 14.
Bilangan ini menentukan kadar asam lemak yang volatil, tetapitidak larut dalam air, yaitu asam lamak C8 sampai dengan C14. Bilangan polenske adalah jumlah milimeter ( ml ) 0,1 N alkali yang diperlukan untuk menetralkan asam lamak C8 – C14 yang terdapat dalam lima gram contoh. BP juga dapat digunakan untuk menguji terhadap pemalsuan mentega.









III. Persiapan kerja
a. Persiapan alat
· · Erlemeyer
· Buret
· Alumunium foil
· Corong pisah
a. b. Persiapan bahan
· · Minyak CPO
· Aquades
· Alkohol 96 %
· NaOH 0,1 N
· Indikator fenolftalein
I. IV. Bagian asam lemak pada penentuan reichert meissl
Prosedur kerja

Ditambahkan larutan alcohol 95 % sebanyak 45 ml




Titrasi dengan NaOH 0,1 N sampai warna merah jambu



+ indicator PP

Hasil Pengamatan





V. Pembahasan
Setelah dilakukannnya praktikum penentuan angka polenske maka didapat data sebagai berikut :

No Percobaan Pengamatan
1 · Sampel ditambah alkohol 96 %

· Lalu ditambahkan indikator PP

· titrasi · awal mulanya kuning setelah ditambah alkohol berubah warnanya menjadi kuning lebih muda lagi
· warnanya menjadi kemerah – merahan

· berubah warna kesemula yaitu kekuning-kuningan.Volume titrasi = 3,5 ml
Setelah dilakukan percobaan maka untuk penentuan angka polenske dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Angka polenske = jumlah NaOH 0,1 N yang terpakai untuk titrasi
Jadi angka polenske yaitu = 3,5








VI. Kesimpulan
Angka polenske dinyatakan sebagai jumlah ml NaOH 0,1 yang diperlukan untukmenetralkan asam lemak yang menguap dan tidak larut dalam air tetapi larut dalam alkohol yang diperoleh dari penyulingan 5 gram minyak atau lemak. Ini menunjukan asam lemak berantai 8 – 14.
Setelah perhitungan dengan mengguanak persamaan :
Angka polenske = jumlah NaOH 0,1 N yang terpakai untuk titrasi
Dengan demikian maka didapat angka polenske adalah 3,5


VII. Daftar pustaka
Harun Nurbaiti.2006.Penuntun praktikum kimia sawit.Universitas Jambi:Jambi
Lamsihar Gamael g.2007.Laporan Penelitian Saponifikasi.USU:Medan
www.wikipedia-kimia:2009.co.id
F.G.Winarno.1982.Kimia Pangan dan Gizi.Gramedia Pustaka Utama:Jakarta
























Percobaan 7
PENENTUAN KADAR AIR DALAM MINYAK

DISUSUN OLEH :
NAMA : ABDI SILABAN
NIM : F0A007016
PRODI : KIMIA INDUSTRI






Percobaan 7
PENENTUAN KADAR AIR DALAM MINYAK

I. Tujuan
Untuk mengetahui banyaknya air yang ada dalam minyak.

II. Landasan teori
Penentuan kadar air dalam minyak dapat dilakukan dengan cara thermogravimetri.
Prinsip thermogravimetri adalah penguapan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan. Kemudian menimbang bahan dengan berat konstan yang berarti semua air sudah diuapkan. Cara ini relative mudah dan murah. Kelemahan cara ini adalah :

· Bahan lain disamping air juga ikut menguap dan ikut hilang bersama uap air, misalnya alcohol, asam asetat, minyak atsiri dan lain – lain
· Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah menguap lain. Contoh, gula mengalami dekomposisi atau karamelisasi, lemak mengalami oksidasi dan sebagainya.
· Bahan yang mengandung bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit melepaskan airnya meskipun sudah dipanaskan.


Untuk mempercepat penguapan air serta menghindari terjadinya reaksi yang menyebabkan terbentuknya air ataupun reaksi yang lain kerana pemanasan maka dapat dilakukan dengan suhu rendah dan tekanan vakum. Dengan demikian akan dperoleh hasil yang lebih mencerminkan kadar air yang sebenarnya.

III. Persiapan kerja
a. Persiapan alat
· Erlemeyer
· Penangas air
· Oven
b. Persiapan bahan
· Sample ( CPO )
· Aquades

IV. Prosedur kerja
10 gram minyak

Ditimbang

Dipanaskan ± 1 jam

T = 1050C


Sampai berat konstan

Pengeringan berat minyak dinyatakan sebagai berat air yang menguap



Hasil Pengamatan






V. Pembahasan
Setelah melakukan percobaan Penentuan kadar air dalam minyak, maka didapat data percobaan, yaitu sebagai berikut :


No Percobaan Pengamatan
1





2


3 Sampel ( CPO ) ditambah tempat/wadah = 66,1 gram
Berat wadah = 56,1 gram
Jadi berat sample = 66,1 – 56,1 = 10 gram

Sample dipanaskan dipenangas air pada suhu ± 150 0C

Berat sample setelah dipanaskan ditambah berat tempat/wadah = 64,7 gram
Jadi berat sample = 64,7 – 56,1 = 8,6 gram






Sample berubah jadi merah bata

Setelah didapat data pengamatan maka kita dapat menghitung kadar air yang terkandung dalam minyak dengan persamaan, antara lain :
Kadar air = Berat minyak sebelum dipanaskan – berat minyak dudah dipanaskan
Berat minyak sebelum dipanaskan

= 66,1 – 64,7 x 100 %
66,1
= 1,4 x 100 %
66,1
= 2,1 %

Dengan persamaan diatas maka didapat kadar air yang terkandung dalam minyak yaitu 2,1 %

VI. Kesimpulan
Penentuan kadar air dalam minyak dapat dilakukan dengan cara thermogravimetri.Prinsip thermogravimetri adalah penguapan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan. Kemudian menimbang bahan dengan berat konstan yang berarti semua air sudah diuapkan.
Untuk mencari berapakah kadar air yang terkandung dalam minyak yaitu dengan menggunakan persamaan antara lain :
Kadar air = Berat minyak sebelum dipanaskan – berat minyak dudah dipanaskan
Berat minyak sebelum dipanaskan
Dengan demikian maka didapatlah kadar air yang terkandung dalam minyak yaitu 2,1 %

VII. Daftar pustaka
Harun Nurbaiti.2006.Penuntun praktikum kimia sawit.Universitas Jambi:Jambi
Lamsihar Gamael g.2007.Laporan Penelitian Saponifikasi.USU:Medan
www.wikipedia-kimia:2009.co.id









Percobaan 8
PENENTUAN TITIK CAIR DAN BOBOT JENIS

DISUSUN OLEH :
NAMA : ABDI SILABAN
NIM : F0A007016
PRODI : KIMIA INDUSTRI










Percobaan 8
PENENTUAN TITIK CAIR DAN BOBOT JENIS

I. Tujuan
· Untuk mengetahui sifat minyak berdasarkan titik cair minyak
· Untuk mengetahui bobot jenis minyak

II. Landasan teori
Titik cair minyak atau lemak tidak merupakan kisaran suhu tertentu. Hal ini disebabkan minyak atau lemak disusun oleh campuran gliserida dan komponen lainnya.
Asam lemak selalu menunjukkan kenaikan titik cair dengan semakin panjangnya rantai karbon dan semakin jenuhnya lemak tersebut. Lemak yang berstruktur trans mempunyai titik cair yang tinggi dari pada cis.
Bobot jenis merupakan perbandingan berat dari volume minyak atau lemak pada suhu 25 0C dengan berat air pada volume dengan suhu yang sama.










III. Persiapan kerja
a. Persiapan alat
· · Pipa kapiler
· Freezer
· Thermometer
· Penangas air
· Plknometer

b. Persiapan bahan
· Minyak
· Aquades














IV. Prosedur kerja
1. Penentuan titk cair minyak
Lemak/minyak/sampel

Pipa kapiler gelas
Dicairkan

Dicelupkan sehingga masuk cairan
Ujung pipa ditutup dan diangkat dan ujung lain ditutup dengan jalan memanaskan diatas api sehingga ujung pipa meleleh dan tertutup



Freezer

Dibekukan ( 4 – 100C )

Thermometer

Diikat pada pipa kapiler
Dan dicelupkan dalam air dingin yang suhunya dinaikkan bertahap rata – rata 0,50C / menit



Lemak / minyak

Menjadi jernih
Mencair sempurna


Panaskan terus

Sampai isi pipa jernih

Suhu yang menunjukan cairan dalam pipa kapiler jernih adalah titik cair minyak





Hasil Pengamatan

2. Penentuan bobot jenis minyak
Sampel/minyak/lemak

Dimasukkan kedalam kemudian ditutup
Direndam dalam air suhu 250 ± 0,20 C selama 30 menit



Keringkan

Bagian luar piknometer


Timbang

Dengan jalan yang sama piknometer isi dengan air dan timbang


Hasil Pengamatan













V. Pembahasan
Setelah melakukan percobaan Penentuan titik cair dan bobot jenis, maka didapat data percobaan, yaitu sebagai berikut :


No Percobaan Pengamatan

1








2 Penentuan bobot jenis minyak
CPO dimasukkan kedalam piknometer.
Tutup dan direndam dalam air pada suhu 25 0C selama ± 30 menit lalu keringkan




Penentuan titik cair minyak
CPO dicairkan dan dimasukkan kedalam pipa kapiler kemudian dibekukan kedalam batu es.
Pipa kapiler dipanaskan dengan penangas air sampai pipa kapiler jernih
· Berat piknometer kosong 30 = 15,7 gram
· Berat piknometer kosong 25 = 14,8 gram
· Berat piknometer 30 + air = 25,4 gram
· Berat piknometer 25 + CPO = 23,9 gram
· Berat piknometer 30 + air setelah dikeringkan = 25,4 gram
· Berat piknometer 25 + air setelah dikeringkan = 25,4 gram

Minyak CPO membeku

· Pada suhu 460C à mulai mencair
· Pada suhu 680C à ½ jernih
· Pada suhu 840C à 2 1/3 jenih
· Pada suhu 990C à jernih semuanya


Setelah didapat data pengamatan maka kita dapat menghitung bobot jenis minyak dengan persamaan, antara lain :

Bobot jenis minyak = bobot piknometer dan minyak - bobot piknometer kosong
Bobot piknometer dan air – bobot piknometer kosong

Dengan menggunakan persamaan berikut maka diketahui :
· Piknometer kosong = 14,80 gram
· Massa piknometer + minyak = 23,9 gram
· Massa minyak = 23,9 – 14,80 = 9,10 gram
· Vol piknometer = 10 ml
Minyak = massa minyak
Vol.piknometer
= 9,10 gram
10 ml
= 0,19 gram/ml
Titik cair pada minyak didapatkan 990C pada waktu 1050 second.
Jadi minyak adalah 0,19 gram/ml

VI. Kesimpulan
Titik cair minyak atau lemak tidak merupakan kisaran suhu tertentu. Hal ini disebabkan minyak atau lemak disusun oleh campuran gliserida dan komponen lainnya. Bobot jenis merupakan perbandingan berat dari volume minyak atau lemak pada suhu 25 0C dengan berat air pada volume dengan suhu yang sama.
Dengan persamaan berikut kita dapat menghitung bobot jenis minyak , antara lain :
Bobot jenis minyak = bobot piknometer dan minyak - bobot piknometer kosong
Bobot piknometer dan air – bobot piknometer kosong

Atau

Minyak = massa minyak
Vol.piknometer
Dengan demikian didapat titik cair pada minyak didapatkan 990C pada waktu 1050 second, dan minyak adalah 0,19 gram/ml

VII. Daftar pustaka
Harun Nurbaiti.2006.Penuntun praktikum kimia sawit.Universitas Jambi:Jambi
Lamsihar Gamael g.2007.Laporan Penelitian Saponifikasi.USU:Medan
www.wikipedia-kimia:2009.co.id

Sabtu, 23 Januari 2010

PENENTUAN KADAR FLORIN TOTAL DALAM PASTA GIGI

DISUSUN OLEH :

· ABDI SILABAN

· DEWI PUSPITA

Pendahuluan

Flour/fluorin adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang F dan nomor atom 9. Flour merupakan gas halogen univalen berwarna kuning-kehijauan yang paling reaktif secara kimia.

Karateristik

Beberapa karateristik flourin antara lain :

1. Gas kuning pucat yang paling reaktif

2. Mudah membentuk senyawa dengan kebanyakan unsur lain

3. Mempunyai bilangan oksidasi -1

4. Dalam udara lembab bereaksi dengan air untuk membentuk asam fluorida

Kegunaan

Didalam keadaan murni / digunakan dalam pabrik antara lain :

Ø Fluorin digunakan untuk plasma etching dalam semikonduktor manufaktur

Ø Digunakan dalam produksi halons

Ø Digunakan juga pada pruduk pendingin

Ø Digunakan juga sebagai insektisida

Kegunaan fluorin pada medis dan gigi antara lain :

v Fluorin, termasuk fluorida digunakan dalam pasta gigi untuk mencegah gigi berlubang

v Digunakan juga sebagai obat anti jamur triazole digunakan dalam pengobatan dan pencegahan yang dangkal dan infeksi jamur sistemik

v Digunakan juga pada keluarga antibiotik spektrum luas

v Dan digunakan pada obat – obatan yang sangat penting.

Keuntungan

Keuntungan fluorin didalam pasta gigi adalah memperkuat sekaligus mencegah gigi berlubang karena email gigi terlindung dari dari asam.

Kerugian

Timbulnya bercak putih dan coklat pada gigi, kerusakan hati, kerusakan hati, kerusakan ginjal, kerapuhan tulang, keracunan.

Tips pencegahan

Gunakan pasta gigi yang mengandung florid sedikit mungkin. Ukuran sederhananya menurut standar kedokteran adalah sebesar biji kacang polong. Pilihlah pasta gigi dengan kandungan fluorin rendah. Kadar yang aman sekitar 1 ppm atau berkisar antara 0,5 persen hingga 1 persen dari seluruh kandungan pasta gigi.