Sabtu, 30 Januari 2010

PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN MAKANAN

disusun oleh : ABDI SILABAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pengolahan dan Pengawetan Makanan
Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena di dalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk memulihkan dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak, mengatur proses di dalam tubuh, perkembangbiakan dan menghasilkan energi untuk kepentingan berbagai kegiatan dalam kehidupannya.
Secara ilmiah makanan atau pangan didefinisikan sebagai sekumpulan bahan yang diperlukan untuk mempertahankan kehidupan dan fungsi normal dari makhluk hidup baik jasad renik, tumbuh-tumbuhan dan hewan maupun manusia. Pada dasarnya makanan merupakan campuran berbagai senyawa kimia yang dapat dikelompokkan ke dalam karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air.
Agar suatu jenis makanan memiliki acceptibility yang tinggi perlu dilakukan pengolahan dan pengawetan terhadap makanan tersebut. Pengolahan yaitu suatu teknik atau seni untuk mengolah suatu macam bahan menjadi bahan lain yang sifatnya berbeda dengan bahan semula. Sedangkan yang dimaksud dengan pengawetan yaitu suatu teknik atau tindakan yang digunakan oleh manusia pada bahan pangan sedemikian rupa, sehingga bahan tersebut tidak mudah rusak.
Secara garis besar pengolahan dan pengawetan makanan dibagi menjadi 3 yaitu :
Pengawetan secara fisika
Pengeringan
Pengeringan merupakan salah satu pengawetan yang paling tua, yang bertujuan untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagaian air dari bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Prinsip pengeringan adalah menghambat pertumbuhan mikroba dengan mengurangi kadar air, juga menurunkan aw.
Ada 2 istilah yang dipakai untuk pengeringan yaitu :
a. Drying : suatu proses kehilangan air yang disebabkan oleh daya atau kekuatan alam, misalnya matahari (dijemur) dan angin (diangin-anginkan).
b. Dehydration (dehidrasi) : suatu proses pengeringan dengan panas buatan, dengan menggunakan peralatan/alat-alat pengering.
Bahan pangan yang diawetkan dengan cara pengeringan misalnya :
a. Buah-buahan : kismis, kurma, pisang, kesemek, apel, salak
b. Sayur-sayuran : jamur, kentang (untuk dibuat keripik), sawi asin, wortel , bawang daun
c. Umbi-umbian : singkong , ubi jalar
Suhu rendah
Penyimpanan pada suhu rendah umumnya di bawah 1°C, tetepi dengan suhu rendah bukan bersifat ‘mengawetkan’ karena mikroba hanya dihambat pertumbuhan atau perkembang biakannya dengan kata lain menghambat pertumbuhan mikroorganisme tapi tidak akan membunuhnya. Selain itu juga suhu rendah juga memperlambat laju reaksi enzimatis dan reaksi-reaksi kimia yang menimbulkan kerusakan pangan.
Penyimpaan suhu rendah dibedakan atas :
Refrigerasi dan modifikasi-modifikasi refrigerasi seperti penyimpanan Controllede Atmosphere (CA) dan penyimpanan Hipobar (bertekanan rendah).
Pembekuan, penyimpanan makanan beku umumnya dilakukan pada minus (-) 18°C, dengan cara ini makanan dapat tahan bebarapa bulan hingga setahun.
Suhu tinggi
Proses thermal atau dengan suhu tinggi, umumnya di atas 65°C, banyak dilakukan untuk pengawetan bahan-bahan berbentuk tepung dan sejenisnya. Tujuan dari proses thermal adalah mengurangi populasi mikroorganisme atau membunuh mikroorganisme yang ada dalam bahan pangan.
Proses thermal dibedakan atas :
Pasteurisasi, yaitu perlakuan pemanasan yang ringan yaitu 63°C selama 30 menit atau 72°C selama 15 menit. Tujuannya adalah mematikan mikroorganisme patogen dan mengurangi populasi mikroorganisme hingga batas-batas yang memungkinkan sedikit memperpanjang umur simpan pangan tersebut.
Sterilisasi, atau dikenal pula sebagai pengalengan, yaitu perlakuan panas yang berat, umumnya pada suhu 121°C selama jangka waktu tertentu tergantung jenis bahan pangannya.
Blansing, yaitu perlakuan panas ringan, sebagai salah satu tahap dalam pengolahan dengan cara pengalengan, pembekuan, pengeringan atau fermentasi. Tujuannya adalah terutama mengnonaktifkan enzim disamping mengurangi populasi mikroorganisme pada bahan pangan tersebut.
Irradiasi
Irradiasi adalah penggunaan energi untuk penyinaran bahan makanan dengan menggunakan radiasi buatan, sedangkan radiasi adalah semua jenis energi yang dipancarkan tanpa media.



Pengawetan secara kimia
Bahan kimia yang digunakan dalam pengawetan pagnan harus dipilih yang tidak berbahaya bagi tubuh manusia serta mampu mencegah berbagai tipe pembusukan pada umumnya.
Menggunakan bahan-bahan kimia, seperti gula pasir, garam dapur, nitrat, nitrit, natrium benzoat, asam propionat, asam sitrat, garam sulfat, dan lain-lain.

Pengawetan secara mikrobiologi
Fermentasi
Fermentasi digunakan untuk dua tujuan yaitu : mengawetkan bahan pangan dengan cara menekan pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dengan senyawa-senyawa seperti alkohol, asam cuka, asam laktat dan lainnya.






















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Bahan Tambahan Pangan
Pengertian bahan tambahan pangan secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan dan penyimpanan. (Ir. Wisnu Cahyadi. 2006)
Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai berikut :
Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna dan pengeras.
Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa ke dalam makanan yang akan dikonsumsi. Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu perstida (termasuk insektisida, herbisida, fungisida dan rodentisida), antibiotik dan hidrokarbon aromatik polisiklis.

Apabila dilihat dari asalnya, bahan tambahan pangan dapat berasal dari sumber alamiah seperti lesitin, asam sitrat dan lain sebagainya. Bahan ini dapat juga disintesis dari bahan kimia yang mempunyai sifat serupa dengan bahan alamiah yang sejenis, baik susunan kimia maupun sifat metabolismenya, misalnya b-karoten dan asam askorbat. Pada umumnya bahan sintetis mempunyai kelebihan yaitu, lebih pekat, lebih stabil, dan lebih murah, tetapi ada pula kelemahannya yaitu sering terjadi ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan, kadang-adang bersifat karsinogenik yang dapat merangsang terjadinya kanker pada hewan atau manusia.
Penggunaan bahan tambahan pangan sebaiknya dengan dosis di bawah ambang batas yang telah ditentukan. Jenis BTP ada 2 yaitu GRAS (Generally Recognized as Safe), zat ini aman dan tidak berefek toksik misalnya gula (glukosa). Sedangkan jenis lainnya yaitu ADI (Acceptable Daily Intake), jenis ini selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake) demi menjaga/melindungi kesehatan konsumen.
Di Indonesia telah disusun peraturan tentang Bahan Tambahan Pangan yang diizinkan ditambahkan dan yang dilarang (disebut Bahan Tambaban Kimia) oleh Departemen Kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/MenKes/Per/IX/88, terdiri dari golongan BTP yang diizinkan diantaranya sebagai berikut :
1. Antioksidan (Antioxidant)
Antikempal (Anticaking Agent)
Pengatur Keasaman (Acidity Regulator)
Pemanis Buatan (Artificial Sweeterner)
Pemutih dan Pematang Telur (Flour Tratment Agent)
Pengemulsi, Pemantap, dan Pengental (Emulsifier, Stabilizer, Trickerner)
Pengawet (Preserbative)
Pengeras (Firming Agent)
Pewarna (Colour)
Penyedap Rasa dan Aroma Penguat Rasa (Flavour, Flavour Enhancer)
Sekuestran (Sequestrant)
Beberapa Bahan Tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan menurut Permenkes RI no .722/Menkes/Per/IX/88, sebagai berikut :
Natrium Tetraborat (Boraks)
Formalin (Formaldehyd)
Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated Vegetable oils)
Kloramfenikol (Chlofampenicol)
Kalium Klorat (Pottasium Chlorate)
Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate, DEPC_)
Nitrofuranzon (NItrofuranzone )
P-Phenetilkarbamida (p-Phemnethycarbamide, Dulcin, 4-ethoxyphenyl urea)
Asam salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt)
Sedangkan menurut Perautan Menteri Kesehatan RI No. 1168/MenKes/PER/X/1999, selain bahan tambahan di atas masih ada tambahan kimia yang dilarang seperti rhodamin B (pewarna merah), methanyl yellow (pewarna kuning), dulsin (pemanis sintetis) dan kalsium bromat (pengeras).
2.2 Bahan Pangawet
Menurut Dr. Sri Durjati Boedihardjo, ada beberapa alasan mengapa para pembuat makanan mengawetkan produk mereka. Salah satunya karena daya tahan kebanyakan makanan memang sangat terbatas dan mudah rusak ( perishable). Dengan pengawetan, makanan bisa disimpan berhari-hari, bahkan berbulan-bulan dan ini jelas-jelas sangat menguntungkan pedagang. Alasan lain, beberapa zat pengawet berfungsi sebagai penambah daya tarik makanan itu sendiri. Seperti penambahan kalium nitrit agar olahan daging tampak berwarna merah segar. Tampilan yang menarik biasanya membuat konsumen jatuh hati untuk membelinya.
Bahan pengawet adalah senyawa yang mampu menghambat dan menghentikan proses fermentasi, pengasaman atau bentuk kerusakan lainnya, atau bahan yang dapat memberikan perlindungan pangan dari pembusukan.
Menurut pakar gizi dari RS Internasional Bintaro Banten, secara garis besar zat pengawet dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. GRAS (Generally Recognized as Safe) yang umumnya bersifat alami, sehingga aman dan tidak berefek racun sama sekali.
2. ADI (Acceptable Daily Intake), yang selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake) guna melindungi kesehatan konsumen.
3. Zat pengawet yang memang tidak layak dikonsumsi, alias berbahaya seperti boraks, formalin dan rhodamin B. Formalin, misalnya, bisa menyebabkan kanker paru-paru serta gangguan pada alat pencernaan dan jantung. Sedangkan penggunaan boraks sebagai pengawet makanan dapat menyebabkan gangguan pada otak, hati, dan kulit.
BAHAN-BAHAN PENGAWET YANG DIIZINKAN
·1 asam benzoat,
kalsium propionat,
asam propionat,
kalsium sorbat,
asam sorbat,
kalsium benzoat,
sulfur dioksida,
natrium benzoat,
etil p-hidroksi benzoat,
metil-p-hidroksi benzoat,
kalium benzoat,
natrium sulfit,
natrium bisulfit,
kalium sulfit,
natirum metabisulfit,
kalium bisulfit,
natrium nitrat,
kalium nitrat,
natrium nitrit,
kalium nitrit,
natrium propionat,
kalium propionat,
nisin, dan
kalium sorbat,
propil-p-hidroksi benzoat.
2.3 Natrium benzoat
A. Definisi
Salah satu bahan pengawet yang diijinkan untuk digunakan pada makanan adalah natrium benzoat. Natrium benzoat merupakan garam atau ester dari asam benzoat (C6H5COOH) yang secara komersial dibuat dengan sintesis kimia. Natrium benzoat dikenal juga dengan nama Sodium Benzoat atau Soda Benzoat. Bahan pengawet ini merupakan garam asam Sodium Benzoic, yaitu lemak tidak jenuh ganda yang telah disetujui penggunaannya oleh FDA dan telah digunakan oleh para produsen makanan dan minuman selama lebih dari 80 tahun untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme (Luthana, 2008).
Rumus kimia natrium benzoat yaitu C7H5NaO2 yang banyak terdapat pada buah-buahan dan sayuran, termasuk ke dalam zat pengawet organik. Mempunyai massa molar 144.11 g/mol, dengan massa jenis 1.497 g/cm3 dan titik didih 300 °C. Berwarna putih, granula tanpa bau atau hampir bau, bubuk kristal atau serpihan. Lebih larut dalam air dibandingkan asam benzoat, agak sukar larut dalam etanol dan lebih mudah larut dalam etanol 90%. Kelarutan dalam air pada suhu 25°C sebesar 660 g/L dengan bentuk yang aktif sebagai pengawet sebesar 84,7% pada range pH 4,8. Dalam bahan pangan garam benzoat terurai menjadi bentuk efektif yaitu bentuk asam benzoat yang tak terdisosiasi. Memiliki fungsi sebagai anti mikroba yang optimum pada pH 2,5-4,0 serta menghambat pertumbuhan kapang dan khamir.
Struktur Natrium benzoat :

Sodium benzoat diproduksi dengan menetralisasi dari asam benzoat dengan sodium hidrosida. Dunia mulai memproduksi sodium benzoate tahun 1997 yang diperkirakan sekitar 55000-60000 ton. Produsen sodium benzoat terbesar adalah Netherlands, Estonia, Amerika Serikat, dan Cina. Walaupun tidak disosialisasikan asam benzoat agen yang efektif untuk antimikrobia untuk tujuan pengawetan, sodium benzoat lebih disukai dalam penggunaannya karena 200 kali lebih mudah larut dibandingkan asam benzoat. Sekitar 0,1% umumnya cukup untuk pengawetan pada produk yang telah dipersiapkan untuk diawetkan dan disesuaikan ke pH 4,5 atau dibawahnya. Pasar utama dari sodium benzoat adalah dalam pengawetan soft drink, minuman sirup fruktosa jagung yang tinggi, sodium benzoat jarang digunakan sebagai pengawet dalam acar, saus, dan jus buah. Sodium benzoat juga digunakan dalam pembuatan obat dengan tujuan pemeliharaan (batas atas 1,0% dalam larutan obat) dan mengobati cara hidup dalam perlakuan dari pasien dengan peredaran urea enzymopathies (Wibbertmann et al., 2000). Asam benzoat dan sodium benzoat atau yang dikenal dengan Natrium benzoat (C6H5COONa) secara luas dapat diterapkan sebagai bahan pengawet dalam sejumlah produk yang dikonsumsi oleh manusia (Ibekwe et al., 2007).
Menurut sebuah studi WHO, Sodium Benzoat adalah bahan pengawet yang digunakan untuk makanan dan minuman serta sangat cocok untuk jus buah maupun minuman ringan. Sodium benzoat banyak digunakan dalam berbagai produk makanan dan minuman seperti jus buah, kecap, margarin, mentega, minuman ringan, mustard, sambal, saus salad, saus tomat, selai, sirup buah dan lainnya. Sodium benzoat secara alami terdapat pada apel, cengkeh, cranberry (sejenis buah berry yang digunakan untuk membuat agar-agar dan saus), kayu manis, prem (yang dikeringkan) dan lain-lain.

Natrium Benzoat: Berfungsi sebagai pengawet jika diperlukan. Manisan dan selai banyak menggunakan gula yang juga berfungsi sebagai pengawet. Jadi jika anda membuat selai untuk konsumsi sendiri, bahan ini tidak perlu ditambahkan. Namun untuk produksi komersial, bahan ini terkadang perlu ditambahkan untuk memperpanjang daya simpan.
Aturan pemakaian 0.05%-0.10% (500-1000 ppm). Tingkat peracunan natrium benzoat pada hewan percobaan tikus adalah LD50 (50% hewan percobaan mati) lewat mulut sebesar 1940 mg/gr berat badan. Tanda-tanda bahwa tikus mengalami keracunan adalah diare, lemah otot, tremor dan aktivitas yang berlebihan. Sedangkan pada kucing diberikan sebesar 450 mg/gr berat badan akan memberikan efek kematian yang sama. Kematian tersebut disebabkan karena terjadi degeneratif pada liver, jantung dan paru-paru.


Dosis maksimum yang diperkenankan oleh Dirjen POM (Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88)

Nama BTP Jenis Bahan Pangan Batas Maksimum Penggunaan
Natrium Benzoat Margarin



Pekatan sari nenas





Apriket yang dikeringkan

Jem dan jeli




Kecap

Minuman ringan

Saus Tomat

Pangan lain 1 g/kg, tunggal atau campuran dengan garamnya atau dengan asam sorbat dan garamnya.

1 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam benzoat atau asam sorbat dan garamnya dan senyawa sulfit, tetapi senyawa sulfit tidak lebih dari 500 mg/kg.

500 mg/kg, tunggal atau campuran dengan garamnya.

1 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam sorbat dan garam kaliumnya atau dengna ester dari asam para hidroksi benzoat

600 mg/kg

600 mg/kg

1 g/kg

1 g/kg


B. Dampak Penggunaan
Minuman isotonik dipercaya bukan hanya mampu menggantikan cairan tubuh. Tetapi juga dipercaya dapat menyembuhkan demam berdarah dan tifus. Sebenarnya, minuman ini hanya membantu mempercepat proses pemulihan penderita. Bila si pasien yang rajin mengonsumsi minuman isotonik, maka cairan tubuhnya yang hilang akan tergantikan secara efektif. Minuman ini juga baik dikonsumsi saat mengalami dehidrasi atau diare.
Menurut Nova (2007), meski kandungan bahan pengawet natrium benzoat umumnya tidak terlalu besar, akan tetapi jika dikonsumsi secara terus-menerus akan berakumulasi dan menimbulkan efek terhadap kesehatan. Penggunaan pengawet tersebut dalam jangka panjang dapat menimbulkan penyakit Lupus (Systemic Lupus Eritematosus/SLE). Efek samping lain yang bisa timbul adalah edema (bengkak) akibat dari retensi (tertahannya cairan di dalam tubuh) dan bisa juga karena naiknya tekanan darah sebagai akibat bertambahnya volume plasma akibat pengikatan air oleh natrium.
Dalam riset yang dilakukan oleh Sheffield University di Inggris terhadap bahan pengawet makanan dan minuman yang umum digunakan, menyatakan bahwa natrium benzoat diperkirakan dapat merusak DNA. Hal ini dikemukakan oleh Pete Piper (professor bidang biologi molekuler dan bioteknologi) yang telah meneliti natrium benzoat sejak 1999. Ia pernah menguji natrium benzoat pada sel ragi yang hidup, yang akhirnya menemukan bahwa substansi tersebut (natrium benzoat) dapat merusak DNA mitochondria pada ragi. Di dalam tubuh, mitochondria berfungsi menyerap oksigen untuk menghasilkan energi. Dan bila dirusak, seperti terjadi pada sejumlah kondisi pada saat sakit, maka sel mulai mengalami kegagalan fungsi yang sangat serius. Sehingga di dalam tubuh akan terjadi kerusakan DNA di dalam mitochondria. Dan ada sejumlah penyakit di mana yang sekarang dikaitkan dengan penyakit Parkinson dan beberapa penyakit akibat degenerasi saraf. Natrium benzoat dapat menghambat pertumbuhan jamur yang biasa ditemukan pada minuman isotonik, maupun minuman-minuman ringan lainnya. Dampak lain dari natium benzoat pengawet minuman isotonik adalah kanker. Hal tersebut dikarenakan vitamin C (ascorbic acid) yang ditambahkan dalam minuman isotonik akan bereaksi dengan natrium benzoat menghasilkan benzen. Benzen tersebut dikenal sebagai polutan udara dan dapat menyebabkan kanker (Avicenna, 2008).

C. Penanggulangan Terhadap dampak penggunaan
Pemakaian bahan pengawet berupa natrium benzoat harus benar-benar memperhatikan batas kadar pemakaiannya terhadap makanan, hal ini dimaksudkan untuk menghindari timbulnya efek negatif sebagai akibat konsumsi makanan atau minuman tersebut. International Programme on Chemical Safety tidak menemukan adanya dampak terhadap kesehatan manusia dengan dosis sebesar 647-825 mg/kg berat badan per hari. Degradasi Sodium Benzoat (yang dihasilkan dalam tubuh dari garam sodium) telah dipelajari secara detail dan menunjukkan bahwa bahan-bahan ini tidak berbahaya. Sekitar 75-80% dalam jangka waktu 6 jam dikeluarkan melalui urine sebagai asam hipurat dan asam benzoil glukoronat (± 10%), 0.1% melalui paru-paru sebagai CO2 dan 2% tertinggal dikarkas dan seluruh dosis akan dikeluarkan dari dalam tubuh dalam jangka waktu sekitar 10 jam. Batasan yang ditentukan untuk Sodium Benzoat dalam makanan bukan karena sifat racunnya, melainkan karena jumlahnya melebihi 0.1%, bahan ini dapat meninggalkan rasa tertentu di mulut (Nova, 2007).


D. Prosedur Identifikasi dan Penentuan kadar Natrium Benzoat

Natrium benzoat :
Ambil 100 gram sampel dan masukkan kedalam labu ukur 500 ml
Tambahkan NaCl padat dalam jumlah yang cukup menjenuhkan air yang ada dalam contoh. tambahkan NaOH 10 % hingga alkalis (cek dengan kertas lakmus)
Encerkan dengan NaCL jenuh sampai tanda garis kemudian dikocok
Diamkan sekitar 2 jam atau sekitar semalam dan saring dengan kertas Whatman No.4
Jika contoh mengandung banyak lemak tambahkan beberapa larutan NaOH lalu diekstrak dengan eter, jika mengandung alkohol dikerjakan lebih lanjut dengan cara CIDER.
CARA CIDER
Ambil 250 ml contoh yang mengandung alkohol kemudian tambahkan NaOH 10 % hingga alkalis, uapkan pada penangas air hingga volumenya 100 ml
Dinginkan dan masukkan kedalam labu ukur 250 ml tambahkan NaCL jenuh atau 30 gram NaCL padat lalu kocok sampai larut
Tepatkan dengan larutan NaCL jenuh, biarkan selama 2 jam sambil sewaktu - waktu dikocok, lalu disaring
Pipet 100 ml filtrat masukkan kedalam corong pisah. Tambahkan HCL 1 : 3 hingga netral
Ekstraksi dengan CHCL3 beberapa kali dengan volume CHCL3 70 ml, 50 ml, 40 ml, dan 30 ml. Jika terjadi emulsi kocok dengan pengaduk, jika ekastrak CHCL3 tidak bening cuci dengan aquades sampai jernih
Ekastrak CHCL3 didestilasi lambat pada suhu rendah hingga ekstrak tinggal 1/4 bagian. Lalu uapkan pada suhu kamar di atas penangas air.
Residu dibiarkan semalam sampai bau asam asetat hilang.
Residu dilarutkan dalam alkohol netral (cek dengan PP) 50 ml, encerkan dengan air sebanyak 12 – 15 ml dan tambahkan 2 tetes indikator PP dan titrasi dengan NaOH 0,05 N
Kadar Natrium Benzoat = Titer x NaOH x 144 x vol.lar.persiapan contoh x 106
Vol. yang diambil x berat contoh x 1000

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Natrium benzoat (C7H5NaO2) merupakan salah satu bahan pengawet yang banyak terdapat pada buah-buahan dan sayuran, berwarna putih, granula tanpa bau atau hampir bau, bubuk kristal atau serpihan dan termasuk ke dalam zat pengawet organik.
Natrium benzoat banyak digunakan dalam berbagai produk makanan dan minuman seperti jus buah, kecap, margarin, mentega, minuman ringan, mustard, sambal, saus salad, saus tomat, selai, sirup buah dan lainnya.
























DAFTAR PUSTAKA

Effendi, M. Supli. 2009. Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Pangan. Bandung : Alfabeta
Cahyadi, Ir. Wisnu. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta : Bumi Aksara.
Natrium benzoat (http://yongkikastanyaluthana.wordpress.com/category/natrium-benzoat/, diakses 22 Desember 2009)
Sodium benzoate (http://en.wikipedia.org/wiki/Sodium_benzoate, diakses 22 Desember 2009)
Natrium benzoat, kalium sorbat aman dikonsumsi (http://www.detiknews.com/read/2006/12/11/155921/718699/10/natrium-benzoat-kalium-sorbat-aman-dikonsumsi diakses 22 Desember 2009)
Natrium benzoat, (http://yongkikastanyaluthana.wordpress.com/2008/12/17/natrium-benzoat/, diakses 22 Desember 2009)
Analisa natrium benzoat pada produk, (http://breakthrough-ilmupangan.blogspot.com/2009/04/analisa-natrium-benzoat-pada-produk.html diakses 22 Desember 2009).

1 komentar:

  1. browe.. ada bahan detail pembuatan tepung darah ngga? tq

    BalasHapus